Kasus pengiriman surat suara Pemilu 2024 yang lebih cepat dari Taipei, Taiwan, telah menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran publik.
Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait masalah ini, meskipun memberikan klarifikasi, meninggalkan sejumlah pertanyaan dan kekurangan dalam penanganan pemerintah terhadap situasi ini.
Ketidakpatuhan terhadap prosedur pengiriman surat suara Pemilu 2024 ke pemilih di Taipei menjadi sorotan utama. Meskipun Pasal 167 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 memungkinkan pemungutan suara di luar negeri dilakukan sebelum waktu yang telah ditetapkan pada 14 Februari 2024, Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023 secara eksplisit mencantumkan rentang waktu pengiriman surat suara dari 2 hingga 11 Januari 2024.
Pelanggaran ini menimbulkan dugaan pelanggaran administratif Pemilu yang harus dihadapi oleh KPPSLN Pos dan/atau PPLN Taipei, dan harus di tindak lanjuti dengan tegas.
Penjelasan yang Meninggalkan Banyak Keraguan
Dalam kontroversi terkait pengiriman surat suara Pemilu 2024 di Taipei, perhatian tertuju pada kejanggalan dalam komunikasi yang melibatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari.
Ketika Presiden Jokowi memberikan alasan bahwa kantor pos di Taipei tutup lebih lama karena Tahun Baru, sehingga surat suara dikirim lebih awal, banyak yang menganggap alasan tersebut tidak logis.
Karena, alasan ini seakan-akan melempar tanggung jawab pada faktor eksternal (tutupnya kantor pos), bukan pada kurangnya perencanaan atau pengawasan yang efektif. dan faktanya berbeda dengan Kata Jokowi, Kantor Pos Taipei Sudah buka Lagi 2 Januari 2024.
Dan, alasan tersebut tidak sepenuhnya meyakinkan dan malah menciptakan gambaran bahwa negara tidak mampu mengelola proses distribusi surat suara dengan baik.
Alasan yang disebutkan Presiden Jokowi terkait penutupan kantor pos di Taipei selama Tahun Baru, menunjukkan ketidakmampuan negara untuk mengatur dan memastikan keteraturan proses pengiriman surat suara.
Sebagai negara yang semestinya memiliki hubungan diplomatik dan kendali terhadap berbagai urusan, kesalahan dalam perencanaan seperti ini menimbulkan pertanyaan serius terhadap kapasitas pemerintah.
Kerusakan Surat Suara dan Penggantian dengan Tanda Khusus
Isu baru muncul dengan pengumuman bahwa surat suara yang telah dikirim kepada pemilih di Taiwan dinyatakan rusak dan akan diganti dengan surat suara yang baru dengan tanda khusus.
Penyebab rusaknya surat suara ini diindikasikan sebagai pelanggaran rentang jadwal yang telah ditentukan. Kondisi ini menunjukkan kurangnya pengawasan dan pengendalian terhadap distribusi surat suara, merugikan integritas proses pemilihan.
Penetapan surat suara tersebut sebagai rusak juga dapat menyulitkan pemilih, terutama jika diberlakukan larangan penggantian surat suara lebih dari satu kali.
KPU tetap bersikukuh bahwa surat suara yang digunakan di luar prosedur adalah rusak, sehingga telah menyiapkan langkah mitigasi untuk mengatasi kebingungan saat perhitungan suara.
Keputusan untuk mengganti surat suara yang dinilai rusak dengan yang baru dan diberi tanda khusus menimbulkan pertanyaan serius mengenai tingkat kesiapan dan pengawasan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
Pelanggaran terhadap rentang jadwal yang telah ditentukan menciptakan keraguan terhadap keteraturan proses pemilihan dan menggoyahkan kepercayaan masyarakat pada sistem demokrasi.
Indikasi pelanggaran ini memberikan gambaran tentang sejauh mana kekurangan dalam pengawasan dan pengendalian distribusi surat suara.
Jika kesalahan semacam ini terjadi, bukan hanya kredibilitas proses pemilihan yang terancam, tetapi juga prinsip-prinsip dasar demokrasi yang seharusnya dijaga dengan sungguh-sungguh.
Rekomendasi
Dengan mengambil pelajaran dari insiden ini dan berkomitmen untuk melakukan reformasi yang diperlukan, KPU dapat memperkuat sistem pemilu dan membangun kepercayaan publik.
Untuk mengatasi kekacauan distribusi surat suara Pemilu 2024, langkah-langkah konkret diperlukan. Setiap tim capres harus segera menunjuk perwakilan independen guna menyelidiki langsung kondisi surat suara. Tindakan proaktif ini menjadi langkah krusial untuk menangani kekurangan dan mencegah terulangnya kesalahan serupa di masa depan.
Melibatkan perwakilan dari setiap tim capres akan memastikan pemeriksaan yang obyektif, memberikan gambaran jelas, dan mengembalikan kepercayaan publik yang tergoncang.
Koordinasi yang ketat dengan instansi terkait, termasuk KPU dan Bawaslu, menjadi kunci utama untuk menjalankan hasil pemeriksaan dengan efektif, menjaga integritas proses pemilihan, dan menyelamatkan wibawa demokrasi.
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta