Warta Ekonomi, Jakarta – Pada diskusi Zoominari dengan tema “Teka-teki Cawapres dan Perannya Membangun Ekonomi Baru”, secara khusus Prof Prijono Tjiptoherijanto yang merupakan seorang Guru Besar Ekonomi memaparkan tentang peranan wakil presiden dan calon wakil presiden (cawapres) saat ini.

Beliau memaparkan, pada masa pemerintahan Orde Baru, yang menentukan wakil presiden adalah Presiden Soeharto, tetapi di masa reformasi yang pertama menjadi presiden adalah Gusdur dan Megawati sebagai wakil.

Harusnya Megawati yang menang, tapi koalisi poros tengah berhasil menjadikan Gus Dur sebagai presiden, walaupun Gus Dur tidak lama berkuasa. Dan Megawati memilih wakilnya yang bukan menjadi saingan dia yaitu Hamzah Haz, karena tidak akan menyaingi Megawati dari sisi apa pun.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat beruntung pada periode pertama mendapatkan Jusuf Kalla (JK) sebagai wakilnya, tapi berikutnya JK ingin menyaingi presidennya sehingga di periode ke-2 JK tidak lagi dijadikan wakil dan memilih Boediono.

Boediono yang menyetop kegiatan-kegiatan SBY yang melampaui batas, oleh sebab itu Hambalang tidak jadi diteruskan. Itu adalah nasihat dari Boediono karena tidak ada pengaruhnya pada ekonomi.

Jokowi dan JK dianggap pasangan yang bagus. Jadi, wakil presiden bisa jadi orang yang bisa mengingatkan presiden jika langkah presiden berlebihan.

Anies Baswedan sebaiknya segera menginformasikan nama cawapres

Anies Baswedan selalu mengatakan nama Cawapres sudah ada di kantongnya, lebih baik disebutkan saja, tidak perlu jadi teka-teki.

Berbeda untuk Ganjar Pranowo, sepertinya lebih sulit, meskipun PPP sudah mengusulkan Sandiaga Uno untuk jadi wakil presidennya, tinggal mencari waktu untuk menyampaikan kepada Megawati karena Megawati yang menentukan.

Sementara Megawati biasanya menunggu mimpi bertemu Soekarno, karena dia yakin masih bisa bertemu dan berdialog dengan ayahnya. Berbeda dengan SBY yang mimpinya tidak jelas.

Untuk Prabowo, Prijono masih belum dapat gambaran karena Prabowo pernah jadi pimpinan militer di mana dalam militer ada tiga hal yang harus dipegang jika mau jadi pemimpin, yaitu pinter, bener, banter (gigih, keras, dan sebagainya).

Berbeda dengan SBY yang pinter, bener, tapi tidak banter. Prabowo lengkap mempunyai ketiganya (pinter, bener, banter). Jadi, cawapres yang akan mendampingi Prabowo harus lapang dada dan siap didamprat jika melakukan kesalahan.

Talkshow saat ini hanya membahas calon yang itu-itu saja

Talkshow para pengamat saat ini hanya membahas nama-nama calon yang itu-itu saja, tapi tidak kreatif memunculkan nama-nama calon yang baru yang mungkin belum disebut orang. Soal elektabilitas, tentunya bisa bikin kemudian.

Prijono menganggap lembaga survei tidak bisa dipercaya. Dia tertarik dengan ucapan Anies Baswedan yang mengatakan elektabilitasnya menurut lembaga survei itu yang paling rendah, tapi kenapa dihalang-halangi?

Jokowi meniru langkah Soekarno

Prijono menganggap Jokowi mengikuti jejak Soekarno, dari mulai Nawacita yang digagas Jokowi mengikuti Nawaksara yang dulu pernah diajukan Soekarno dalam pertanggungjawaban di depan MPRS dan ditolak.

Menurutnya, Jokowi membangun IKN yang sepertinya ingin seperti Soekarno yang membuat monumen nasional dan stadion GBK, padahal waktu itu pun negara sedang tidak punya dana yang mendorong negara mencetak uang sehingga terjadi inflasi yang tinggi.

Dan saat ini IKN dipaksakan. Jika ini diteruskan, maka pemerintah selanjutnya harus mampu meyakinkan pihak luar bahwa mereka berhasil, seperti pada masa Soeharto yang mengangkat Wijoyo menjadi Menko Perekonomian dan Wijoyo bisa meyakinkan Bank Dunia supaya memberikan kelonggaran waktu bagi Indonesia dalam membayar utang.

Sumber: wartaekonomi.co.id