Ekonom sekaligus pemerhati Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, menilai kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen tentu bebani rakyat meski negara beri insentif sebesar Rp 265,6 Triliun.
Achmad menerangkan, kebijakan fiskal pemerintah saat ini sangat paradoks. Di satu sisi berupaya memberikan insentif besar-besaran untuk melindungi daya beli dan mendukung sektor usaha. Namun di sisi lain, menambah beban ekonomi melalui kenaikan tarif PPN tersebut.
“Ini adalah paradoks kebijakan yang mencerminkan ketidakseimbangan prioritas dan kelemahan dalam perencanaan fiskal. Rakyat, terutama kelas menengah dan bawah, akan menjadi pihak yang paling terdampak oleh kebijakan ini,” kata Achmad kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Achmad menjelaskan, kenaikan tarif PPN yang regresif akan menggerus daya beli masyarakat, sementara manfaat dari insentif pajak tidak selalu dirasakan secara langsung.
“Pemerintah perlu menyadari bahwa kebijakan yang populis di permukaan tidak selalu berkelanjutan dan berdampak positif dalam jangka panjang,” ucap Achmad.
Di tengah situasi ekonomi yang belum stabil, Achmad memaparkan, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam merancang kebijakan fiskal. Prioritas, kata dia, harus diberikan kepada pemerataan kesejahteraan, penguatan daya beli masyarakat, serta reformasi struktural yang mendorong efisiensi dan daya saing ekonomi nasional.
“Tanpa pendekatan yang lebih berkeadilan dan transparan, kebijakan ini hanya akan menjadi ironi fiskal yang menambah beban rakyat dan merusak kepercayaan terhadap pemerintah,” kata Achmad.
Sumber: inilah.com