JAKARTA, investor.id – Penegasan soal kepastian tiga kali penurunan suku bunga acuan The Fed, Fed fund rate (FFR), pada tahun ini diyakini bakal berdampak positif ke perekonomian Indonesia. Dari sisi moneter, hal itu bisa membuat nilai tukar rupiah makin kuat dan arus modal masuk (capital inflow) ke Tahah Air kian deras

CEO Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat melihat dampak positif dari sinyal The Fed bagi nilai tukar rupiah dan arus modal asing. Penurunan suku bunga The Fed dapat membuat dolar AS melemah, sehingga rupiah berpotensi menguat.

“Bagi arus modal asing, investor asing mungkin tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan AS,” kata Akademisi dari UPN Veteran Jakarta itu kepada Investor Daily di Jakarta, Senin (25/3/2024).

Namun, kata dia ada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya yaitu kebijakan moneter negara lain, misalnya jika negara lain juga menurunkan suku bunga. Sehingga efek positif terhadap rupiah dan arus modal asing mungkin berkurang.

“Selanjutnya kondisi ekonomi global jika ekonomi global memburuk, investor mungkin lebih memilih aset safe haven seperti dolar AS, sehingga rupiah bisa tertekan,” ujarnya.

Achmad juga mengingatkan soal adanya potensi risiko politik dan ekonomi di Indonesia meningkat. “Kalau itu terjadi investor asing mungkin ragu untuk berinvestasi, sehingga efek positif terhadap arus modal asing mungkin berkurang,” katanya.

Dampak lainnya adalah terjadinya Penurunan suku bunga pinjaman dimana penurunan suku bunga The Fed dapat mendorong bank di Indonesia untuk menurunkan suku bunga pinjaman, sehingga mendorong konsumsi dan investasi.

“Selanjutnya adalah akibat dari penurunan suku bunga dapat meningkatkan inflasi, karena mendorong permintaan agregat. Meski bagi kalangan pengusaha penurunan suku bunga dapat membantu neraca keuangan perusahaan yang dalam kuartal pertama 2024 cukup tertekan,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Gubernur The Federal Rserve (The Fed) Jerome Powell pada Rabu (20/03/2024) waktu setempat menegaskan rencana bank sentral untuk menurunkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali di tahun ini dan menegaskan pertumbuhan ekonomi yang solid akan terus berlanjut.

Data inflasi yang tinggi baru-baru ini tidak mengubah tren pelonggaran tekanan harga-harga secara bertahap di Amerika Serikat (AS). Sesuai perkiraan, The Fed dalam pengumuman hasil pertemuan kebijakan Maret 2023 itu mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 5,25%-5,50%.

Proyeksi tersebut menunjukkan bahwa The Fed masih memperkirakan terjadi soft landing dari lonjakan inflasi ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir di masa pandemi. Powell pun meminta para pejabat untuk tetap berhati-hati dengan data baru-baru ini demi memastikan tekanan harga terus berkurang.

Powell mengatakan, kapan dimulainya pemangkasan Fed funds rate masih bergantung pada keyakinan para pejabat nantinya bahwa inflasi bakal terus turun menuju target 2% The Fed, meskipun ekonomi AS terus melampaui ekspektasi-ekspektasi yang ada.

Dampak terhadap SRBI

Achmad menilai, penegasan The Fed dapat membuat Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) makin diminati investor asing. Hal ini karena penurunan suku bunga The Fed dapat menurunkan yield obligasi AS, sehingga SRBI menjadi lebih menarik bagi investor asing , Investor asing mungkin ingin mendiversifikasi portofolio mereka dengan berinvestasi di SRBI.

Namun, kupon SRBI yang harus dibayarkan oleh BI mungkin tidak akan turun secara signifikan. Hal ini karena BI Rate belum tentu turun mengikuti The Fed, dan risiko negara Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara maju, sehingga investor asing mungkin meminta imbal hasil yang lebihh tinggi untuk berinvestasi di SRBI.

Lebih lanjut dia mengatakan penegasan The Fed dapat mendorong BI untuk menurunkan BI Rate lebih cepat dari rencana semula. Hal ini karena Penurunan suku bunga The Fed dapat menurunkan suku bunga global, sehingga BI mungkin perlu menurunkan BI Rate untuk menjaga daya saing Indonesia, penurunan BI Rate dapat membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah .

“Namun, BI mungkin akan tetap berhati-hati dalam menurunkan BI Rate. Hal ini karena BI perlu menjaga inflasi tetap terkendali serta menjaga stabilitas sistem keuangan,” kata Achmad.

APBN 2024 dan 2025

Penegasan The Fed dapat memberikan dampak positif terhadap APBN 2024 dan 2025, terutama dalam pemenuhan pembiayaan defisit APBN. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Biaya bunga: Penurunan suku bunga dapat menurunkan biaya bunga utang pemerintah.

2. Penerimaan negara: Penurunan suku bunga dapatt mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga meningkatkan penerimaan negara.

Namun, efek positifnya mungkin tidak signifikan. Hal ini karena:

3. Defisit APBN: Defisit APBN Indonesia masih relatif besar, sehingga penurunan suku bunga mungkin tidak cukup untuk menutupi defisit.

4. Kebijakan fiskal: Pemerintah perlu melakukan reformasi fiskal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara.

“Dampak lainnya adalah penurunan suku bunga dapat menyebabkan depresiasi rupiah, sehingga meningkatkan beban pembayaran utang luar negeri pemerintah,” pungkasnya.

Sumber: investor.id