Channel9.id – Jakarta. Ombudsman RI menaruh perhatian terhadap pengelolaan layanan izin Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang diselenggarakan KLHK ( Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Mereka meminta agar proses perizinan Amdal dilakukan secara cepat, transparan dan akuntabel. “Lambannya proses perijinan berpotensi terjadinya mal administrasi,” jelas Mokhamad Najih, Ketua Ombudsman Republik Indonesia.
Terkait hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat MPP menyampaikan adanya proses perizinan yang berbelit dan memakan waktu lama, berpotensi kasus Rafael Alun jilid ke II bisa terjadi di Kementerian Hidup. “Soal lambannya proses izin Amdal ini di KLHK ini berpotensi menjadi “mainan” oknum pejabat,” jelasnya di Jakarta, Rabu (12/5/2023).
Niat Presiden dengan membuat UU Ciptakerja untuk memangkas birokrasi perizinan tak berjalan di Kementerian Lingkungan Hidup. “Saya kira dengan ditariknya mekanisme Amdal ke pusat, bukannya makin simpel dan membaik justeru semakin berbelit. Sehingga tujuan mempermudah investor, saat memulai investasi dengan mengurus perizinan Amdal tak tercapai oleh KLHK,” katanya.
Lambannya KLKH mengantisipasi perubahan UU Ciptakerja yang lebih dari setahun ini memungkinkan pemanfataan oleh oknum untuk kepentingannya sendiri. “Akhirnya tata kelolanya dimanfaatkan oknum yang bertugas memberikan Amdal,” ujar Achmad Nur Hidayat.
“Jadi kalau ini sisi tata kelola governance (perizinan Amdal) tidak segera dibenahi, akan ada ‘Rafael-Rafael Alun’ baru di Kementerian Lingkungan Hidup,” tegas Nur Hidayat.
Menurut Nur Hidayat, dengan tidak ada perubahan dan sudah hampir setahun, learning curve-nya terlalu lama. Sehingga disinyalir KLHK lambam atau sengaja mengulur waktu membiarkan keruwetan ini terjadi.
“Keruwetan ini dimanfaatkan oleh geng-geng seperti yang terjadi di Kementerian Keuangan,”jelasnya.
Apalagi perizinan Amdal menjadi salah satu perizinan yang sangat strategis, bagi dunia usaha yang memiliki resiko lingkungan. Karena itulah UU Ciptaker di buat, yang seyogyanya menyederhanakan perijinan. Namun sebaliknya malah menjadi lebih ruwet dalam pelaksanaanya.
“KLHK bukannya membuat simpel aturan yang akan memudahkan investasi, tetapi diduga bisa dipakai untuk memperkaya oknum atau geng di dalamnya,” katanya.
Modus dugaan malpraktek yang disinyalir oleh Ombusman RI terkait perizinan Amdal di KLHK, bisa bermacam-macam, bisa menjadi alat untuk mematikan bisnis kompetitor, bekerja sama dengan memanfaatkan NGO atau LSM Lingkungan untuk menekan pemohon izin.
“Ini kepentingan geng tadi, supaya ditarik dan rent seeking mereka makin besar. Kalau mereka bocorkan data ke NGO daya tawar oknum ini makin besar. Mereka akan bilang susah ini keluar (sudah rame ada NGO). Daya tawar mereka (menghargai izin) semakin tinggi,” ujar Nur Hidayat.
Karena itu ia menyebut harus ada perombakan birokrasi Amdal di KLHK. Kalau praktek ini masih terus terjadi, inisiatif issues perdagangan karbon melalui energi bersih malah tidak memberikan keuntungan bagi negara.
“Kalau mentalitas begini (birokrasi KLHK), sementara kita merencanakan carbon trading, malah akan dijadikan permainan oleh para geng itu untuk memperkaya diri. Agenda lingkungan tak bisa selesai kalau tata kelolanya ancur-ancuran,” pungkasnya.
Sumber: channel9.id