Selasa, 15 November 2022
Warta Ekonomi, Jakarta – Ekonom menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia masih kalah pesat bila dibandingkan pergerakan negara tetangga, yaitu Vietnam.
Hal itu diungkapkan oleh pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat. Dia mengatakan pertumbuhan ekonomi Vietnam jauh melampaui Indonesia, yakni dengan capaian 13,7%. Sementara Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), baru menyentuh angka 5,72%.
“Padahal di Vietnam tidak ada Dana PEN imbas COVID, tidak ada proyek besar IKN dan Kereta Api Cepat, tidak ada burden sharing Bank Sentral, dan tidak ada kelonggaran defisit belanja pemeritah di atas 3%. Namun, pertumbuhan Vietnam begitu mengesankan,” kata Achmad dalam keterangannya, Selasa (15/11/2022).
Dia menganalisis sejumlah faktor yang ia yakini menjadi pendorong pesatnya pertumbuhan ekonomi Vietnam. Menurut dia, kebangkitan ekonomi Vietnam dimulai dari rangkaian reformasi ekonomi Doi Moi pada 1986.
Reformasi ini mendorong industri swasta, mengakui hak tanah pribadi, menghapus pertanian kolektif, dan penarikan militer Vietnam dari Kamboja. Hasilnya, Vietnam mampu mencetak rata-rata pertumbuhan ekonomi 6,4% sejak 2000-an. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita pada paritas daya beli (PPP) juga meningkat, dari $970 pada 1990 menjadi $6.023 pada tahun 2015.
Vietnam juga mampu menekan angka kemiskinan dari 70% hingga ke angka 5% pada 2020lalu. Proporsi penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah $3,10 per hari (pada PPP 2011) menurun dari 34,7% menjadi 3,5%.
Di saat yang sama, standar upah tenaga kerja Vietnam tetap rendah. Hal ini menjadi daya tarik bagi para investor dan para pemasok global, khususnya tekstil, alas kaki, dan manufaktur elektronik. Sejumlah perusahaan besar menginvestasikan manufaktur mereka di negara tersebut, seperti Adidas, Nike, dan Samsung.
Imbasnya, penanaman modal asing langsung (FDI) Vietnam telah tumbuh lebih dari 200 kali sejak 1986, dari $40.000 pada 1986 menjadi sekitar $15.8 miliar pada 2018. Sementara itu, ekspornya meningkat 19% dari 2020 hingga 2021.
Keuntungan juga diterima oleh Vietnam ketika terjadi ketegangan antara Amerika serikat dan China. Negara ini mampu menarik perusahaan besar yang berusaha mendiversifikasi rantai pasok mereka. Sejumlah perusahaan yang baru-baru ini mengumumkan akan berinvestasi besar-besaran di Vietnam adalah Apple dengan nilai $300 juta, Google melalui produksi Ponsel Pixel, dan Microsoft melalui produksi Xbox.
Secara keseluruhan, FDI Vietnam meningkat 8,9% antara Januari dan Juni tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021.
Adapun pendapatan negara dari segi sektoral banyak disumbang oleh industri dan konstruksi yang menguasai 41% dari total PDB. Sementara itu, sektor jasa juga mulai unjuk gigi selama enam tahun terakhir, dengan kontribusi 37% dari PDB. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan juga andil dengan kontribusi 22%.
PDB Vietnam naik 13,67% dari tahun ke tahun (yoy) di kuartal III-2022, jauh lebih cepat dari pertumbuhan 7,72% di kuartal II. Capaian ini juga menunjukkan ekspansi kuartal keempat berturut-turut. Output menguat untuk industri & konstruksi (12,915 vs 7,70% di Q2), jasa (18,86% vs 6,605), dan pertanian (3,24% vs 2,78%).
Menimbang sejumlah faktor tersebut, perekonomian Vietnam diperkirakan akan tetap bergerak ke arah positif di tahun-tahun mendatang.
Meski begitu, Vietnam juga menghadapi rintangan berat untuk pertumbuhan di masa depan. Faktor yang paling membatasi adalah ukuran populasi negara yang tidak terlalu besar. Selain itu, tenaga kerja Vietnam relatif berketerampilan rendah, pasokan energinya mengalami kesulitan memenuhi permintaan, dan meskipun negara tersebut telah membuat kemajuan signifikan dalam pembangunan infrastruktur, Vietnam masih menempati peringkat ke- 47 dari 160 negara dalam hal ini.
“Berdasarkan hal ini sebetulnya Indonesia mempunyai kekuatan besar dari sisi populasi yang jika dikaryakan secara optimal akan membawa dampak pertumbuhan yang jauh lebih besar,” ujar Achmad. “Apalagi, pasokan energi seperti suplai listrik yang besar belum dimanfaatkan secara optimal.”
Achmad juga menyoroti kekayaan sumber daya alam Indonesia yang jauh lebih melimpah dari Vietnam. Infrastruktur Indonesia juga pada dasarnya lebih unggul dibandingkan dengan Vietnam.
“Tapi sayangnya banyak investor atau perusahaan-perusahaan asing yang justru hengkang dari Indonesia, seperti Chevrolet, Ford, Nissan, Toshiba, dan Panasonic,” ungkapnya.
Adapun investor asing yang membuka industri di Indonesia banyak yang tidak memberikan keuntungan secara berimbang atau sepadan, seperti kekayaan nikel Indonesia yang dikuasai manfaatnya oleh perusahaan China.
“Seharusnya berdasarkan potensinya, Indonesia bisa mengalami pertumbuhan yang jauh lebih signifikan dari Vietnam,” pungkas dia.
Sumber: wartaekonomi.co.id