MerahPutih.com- Program makan siang gratis yang jadi andalan Presiden terpilih Prabowo Subianto menuai kontroversi karena dikabarkan dipotong anggarannya menjadi Rp 7.500 per porsi. Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat berharap agar anggaran makan siang tidak serendah itu.
Dia menganggap, angka Rp 7.500 itu sangat kecil mengingat desain kebijakan makan siang untuk memperbaik kesejahteraan dan kesehatan anak sekolah lebih baik.
“Nutrisi yang cukup adalah salah satu kunci utama untuk menjaga kesehatan dan kinerja anak-anak dalam belajar,” kata Achmad kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/7).
Achmad menuturkan, dari inflasi dan kenaikan harga bahan makanan, alokasi sebesar Rp 7.500 atau Rp 9,000 per anak tidak cukup untuk menyediakan makan siang yang bergizi.
Achmad yang juga ekonom dari UPN Veteran Jakarta mencontohkan, dari indeks harga beras dan lauk pauk saat ini, anggaran sebesar itu hanya cukup untuk nasi dengan tahu dan tempe. Bahkan tanpa ada ikan, daging, apalagi susu.
“Ini bisa menyebabkan penurunan kualitas makanan yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan dan kemampuan belajar anak-anak,” terang Achmad.
Dia mengkritisi alokasi anggaran dalam RAPBN 2025, khususnya program makan siang gratis bagi anak sekolah.
“Dengan alokasi Rp 71 triliun, program ini dinilai tidak tepat dan tidak adil,” sebut Achmad.
Anggaran sebesar ini dianggap Achmad hanya mencakup sekitar 19,72 juta anak dari total 70,5 juta anak sekolah bila per anak dianggarkan Rp 15.000.
“Tidak meratanya anak menerima makan siang akan menciptakan ketidakadilan di antara mereka,” papar Achmad.
Achmad berharap, pemerintah tetap memastikan kebutuhan dasar seperti makan siang bergizi bagi anak sekolah. Sebab ini adalah investasi dalam sumber daya manusia yang esensial.
“Karena, jika janji makan siang gratis yang sangat dinantikan tidak bisa terpenuhi, skeptisisme publik terhadap janji-janji lain akan meningkat, mengancam kepercayaan dan dukungan publik serta investor terhadap pemerintahan baru,” tutup Achmad.
Sumber: merahputih.com