KETUA Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kebun Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sutamaji, tak pernah menyangka anggotanya harus meregang nyawa karena kelelahan. Petugas KPPS tersebut mengalami kecelakaan tunggal saat membawa logistik Pemilu 2024.
“Jadi, kecelakaan, kebetulan saudara saya itu mau mengantar distribusi suara ke gor, ia berboncengan dengan panwas,” ungkap Sutamaji dalam program Hot Room Metro TV bertajuk Petugas Pemilu Meregang Nyawa, Negara Bisa Apa?, di Grand Studio Metro TV, Kedoya, Jakarta, Rabu (21/2).
Sutamaji mengaku hingga saat ini pihak keluarga korban belum menerima santunan yang seharusnya diberikan penyelenggara pemilu.
Sementara itu, pakar kebijakan publik, Achmad Nur Hidayat, menegaskan bahwa KPU dan Bawaslu tidak belajar dari penyelenggaraan Pemilu 2019 silam.
Dari data KPU, Achmad menerangkan pada H+5 Pemilu 2019, ada 91 petugas pemilu yang wafat. Sementara Pemilu 2024 pada H+7 terdapat 94 petugas yang harus meregang nyawa.
Artinya, Achmad menegaskan KPU tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. Kalau berkaca dari 2019, Achmad menyangsikan korban yang meninggal akan berhenti.
Dari beberapa informasi mantan petugas KPPS, Achmad menyebut banyak yang baru lapor ke rumah sakit dan mengeluhkan sesak nafas. Padahal sebelumnya ia tidak punya riwayat sesak nafas sebelum bertugas.
Maka, Achmad menegaskan perlu ada investigasi penyebab banyaknya korban dan harus adanya transparansi dari KPU.
“Kita perlu melakukan investigasi, kita lihat bobot kerja dan pengalaman 2019 ada suatu proses yang tidak dilakukan oleh KPU, screening tadi,” ungkap Achmad.
“Harusnya ada sistem pelatihan yang terpadu kepada yang bertugas, jadi anda punya istirahat jam-jam tertentu-tertentu,” ujarnya.
Achmad menuturkan pelatihan yang dilakukan KPU terhadap petugas KPPS dirasa tidak dilakukan serius.
Sementara itu, Komisioner KPU RI, Idham Holik, mengemukakan pada dasarnya faktor komorbid jadi penyebab banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia yang teraktif lagi karena kelelahan.
“Karena sudah bekerja sebelum jam 7 sampai dengan dini hari, karena dalam proses pemilihan suara menggunakan satu panel, tetapi pembentuk UU bersikukuh dengan satu panel masih efektif,” tutur Idham.
Idham menjelaskan sistem penghitungan yang dilakukan petugas KPPS masih sama dengan Pemilu 2019, yang menghitung dari pilpres, DPR, DPRD dan DPD.
Padahal, kata Idham, KPU sudah mendesain penghitungan dengan dua panel, yang berisi panel pertama penghitungan presiden dan DPR. Sementara panel kedua penghitungan pemilu DPRD dan DPD.
“Tetapi kami yakin korban tidak akan bertambah lagi,” tandas Idham.
Sumber: mediaindonesia.com