Oleh Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta
Di tengah gejolak ekonomi yang dirasakan oleh banyak kalangan di Indonesia, kenaikan harga beras menjadi salah satu masalah serius yang saat ini dihadapi oleh masyarakat.
Bukan tanpa alasan, kenaikan harga ini secara langsung dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat, terutama bagi mereka yang menjadikan beras sebagai bahan pokok.
Dalam mencari akar masalah dari situasi ini, terdapat bukti yang menunjuk pada Badan Pangan Nasional dan Presiden Jokowi sebagai penyebab utama dari kenaikan harga beras yang terjadi.
Pertama, kebijakan yang diambil oleh Badan Pangan Nasional terkait dengan penggunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk bantuan sosial menjelang pemilu 2024 telah memicu kekhawatiran.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2022, tanggung jawab penyaluran bantuan pangan beras dialihkan dari Kementerian Sosial kepada Badan Pangan Nasional dan Perum Bulog.
Kebijakan ini tidak hanya menciptakan ambiguitas dalam peran Badan Pangan Nasional tetapi juga mengurangi stok beras yang tersedia untuk masyarakat luas, memicu peningkatan harga di pasaran.
Kedua, perintah Presiden yang tertuang dalam Perpres 125 tahun 2022 tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) menunjukkan kebijakan yang kurang tepat sasaran. Instruksi untuk menggunakan beras cadangan sebagai bantuan sosial, terutama menjelang pemilu, telah menyebabkan penurunan drastis dalam stok beras yang tersedia, meningkatkan permintaan dan mendorong naiknya harga beras. Sebelum adanya kebijakan ini, cadangan beras dikatakan cukup memadai. Namun, stok beras di Bulog yang semula berjumlah 1,4 juta ton pada awal Januari berkurang drastis akibat penyaluran bantuan sosial.
Ketiga, keputusan untuk mengalokasikan sebagian besar CBP untuk bantuan sosial menjelang pemilu 2024 tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap ketersediaan beras bagi masyarakat luas adalah kebijakan yang kontroversial. Hal ini telah menyebabkan ketidakamanan stok beras dan berkontribusi langsung terhadap kenaikan harga beras.
Keempat, respons terhadap krisis ini dari pihak Badan Pangan Nasional dan Presiden tampaknya tidak cukup cepat dan efektif. Meskipun telah terlihat bukti penurunan stok beras dan peningkatan harga, belum ada langkah konkret yang diumumkan untuk mengatasi situasi ini secara langsung dan mengembalikan harga beras ke level yang lebih terjangkau bagi masyarakat.
Kesimpulannya, kenaikan harga beras saat ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan yang diambil oleh Badan Pangan Nasional dan Presiden terkait dengan pengelolaan dan distribusi Cadangan Beras Pemerintah.
Situasi ini membutuhkan tindakan cepat dan strategis untuk mengatasi masalah ketersediaan beras dan mencegah kenaikan harga lebih lanjut yang akan semakin membebani masyarakat. Tanpa intervensi yang tepat, kenaikan harga beras dapat berlanjut dan berdampak lebih luas terhadap ketahanan pangan nasional dan stabilitas ekonomi masyarakat.