JAKARTA | KBA – Pengamat ekonomi dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyatakan, program makan siang gratis dan pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara) akan membuat defisit dalam neraca APBN ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Ini sangat berbahaya bagi kesehatan keuangan negara.

Dia menyatakan hal itu kepada KBA News, Rabu, 10 Januari 2024, menanggapi kampanye Paslon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabumin Raka bahwa jika terpilih mereka akan meneruskan pembangunan IKN dan akan berikan makan siang gratis untuk anak sekolah.

Dijelaskan oleh Matnur, panggilan akrabnya, jika melihat nilai APBN 2024 sebesar Rp3.325,1 triliun dan hingga 12 Desember 2023, pendapatan negara tercatat sebesar Rp2.553,2 triliun. Sedangkan anggaran IKN yang totalnya sebesar Rp 466 triliun walaupun yang dibiayai APBN sebesar 20 persen atau sekitar Rp93,2 triliun dan anggaran IKN untuk tahun 2024 sebesar Rp 40 triliun.

“Ini pasti akan mengganggu program-program lainnya terlebih lagi APBN masih terbebani cicilan utang yang jumlahnya sudah mencapai sekitar Rp1.000 triliun per tahun.”

Begitu juga program makan siang gratis, tambahnya, akan sangat mengganggu stabilitas keuangan negara. Anggaran makan siang itu berjumlah Rp450 triliun. Itu jelas adalah sebuah pemborosan anggaran. Apalagi ditambah anggaran IKN yang totalnya sebesar Rp466 triliun walaupun yang dibiayai APBN sebesar 20 persen atau sekitar Rp93,2 triliun dan anggaran IKN untuk tahun 2024 sebesar Rp 40 triliun. Jika keduanya dipaksakan, maka akan mengganggu program-program lainnya.

Alumni Fakultas Ekonomi UI itu menegaskan, lupakan IKN dan makan siang gratis. Akan lebih baik jika anggaran digunakan untuk pendidikan, pembukaan lapangan kerja dan program-program untuk meningkatkan daya beli masyarakat sehingga pemenuhan gizi untuk ibu dan anak bisa dilakukan secara mandiri oleh keluarga, karena stunting tidak hanya memenuhi gizi anak tapi harus sejak dalam kandungan.

Ditambahkan oleh mantan aktivis mahasiswa itu, Defisit APBN akan semakin besar jika dipaksakan untuk menambah pendanaan pada program makan siang gratis itu. Artinya pemerintah akan menambah utang untuk menutup defisit APBN itu

Dia mengingatkan dengan utang yang terus membesar, akan meningkatkan rasio utang terhadap PDB ( Produk Domestik Bruto ) ,dan juga country risk Indonesia. Rasio itu merupakan indikator yang menunjukkan besarnya utang pemerintah dibandingkan dengan ukuran perekonomian suatu negara. Semakin tinggi rasio utang terhadap PDB, semakin besar risiko yang dihadapi oleh negara tersebut.

Akan meningkat

Achmad Nur Hidayat mengatakan berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, rasio utang terhadap PDB Indonesia pada tahun 2023 adalah sebesar 32,6 persen. Jika pemerintah menambah utang sebesar R866 triliun untuk program makan siang gratis dan IKN, maka rasio utang terhadap PDB Indonesia akan meningkat menjadi sebesar 41,2 persen.

Peningkatan rasio utang terhadap PDB, jelasnya, akan meningkatkan country risk Indonesia. Country risk merupakan indikator yang menunjukkan risiko investasi di suatu negara. Semakin tinggi country risk, semakin besar risiko yang dihadapi oleh investor yang berinvestasi di negara tersebut.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi country risk, salah satunya adalah rasio utang terhadap PDB. Semakin tinggi rasio utang terhadap PDB, semakin tinggi pula country risk.

Jika utang terus meningkat maka sangat berbahaya bagi Indonesia karena akan semakin mempersulit pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat.

Dia mengingatkan, peningkatan utang yang terlalu cepat akan membuat pemerintah memiliki beban yang semakin besar untuk membayar bunga dan pokok utang. Hal ini dapat mengurangi kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan publik dan investasi di infrastruktur.

Selain itu, katanya, peningkatan utang yang terlalu cepat juga dapat meningkatkan risiko gagal bayar utang. Jika pemerintah gagal membayar utang, maka investor asing akan kehilangan kepercayaannya terhadap Indonesia.

“Hal ini dapat menyebabkan investor asing menarik dananya dari Indonesia, yang dapat berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.”

“Jadi kesimpulannya, dua program itu tidak berdasarkan kepada kemampuan ekonomi nasional yang sehat dan wajar. Hanya berdasarkan gimik yang menyesatkan. Masyarakat harus menolaknya dengan tidak memilih mereka,” tukas Achmad Nur Hidayat.

Sumber: kbanews.com