Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta
Puluhan pegawai KPK terlibat dalam skandal pungutan liar (pungli) mengungkapkan satu lagi kisah kelam lembaga anti-korupsi yang seharusnya menjadi teladan integritas.
Ironisnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang seharusnya menjadi penjaga kehormatan dan keadilan, kini justru menjelma menjadi sarang pungli terbesar.
Dewan Pengawas KPK melaporkan bahwa dari 169 saksi yang diperiksa, mereka berhasil mengumpulkan 65 bukti, termasuk dokumen penyetoran uang.
Data yang diungkapkan menunjukkan bahwa penerimaan uang dalam praktik ilegal ini berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 504 juta, dengan total nilai pungli mencapai angka yang mencengangkan, yaitu sekitar Rp 6,148 miliar. Ini adalah penghinaan bagi masyarakat yang berharap pada keberlanjutan integritas KPK.
Kejanggalan semakin bertambah ketika Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, menyatakan bahwa jumlah tersebut masih dapat berubah, mengingat kasus ini masih dalam proses penanganan oleh KPK.
Namun, fakta bahwa sejumlah besar uang telah mengalir ke tangan pegawai KPK tidak dapat dipungkiri, menciptakan bayangan hitam yang sulit dihilangkan bagi lembaga anti-korupsi tersebut.
Proses sidang yang akan dilakukan dalam enam berkas terpisah bagi 90 pegawai, dengan tiga berkas terpisah untuk tiga orang lainnya, hanya menjadi pertunjukan dramatisasi tanpa arti jika tidak diikuti dengan tindakan tegas dan hukuman yang setimpal.
Hanya dengan memberikan sanksi yang keras, lembaga ini dapat memulihkan sedikit pun kepercayaan publik yang masih tersisa.
Saran Dewas KPK untuk melakukan perbaikan tata kelola di Rutan KPK tampak seperti upaya untuk menutupi kegagalan internal.
Seharusnya, fokus utama adalah membersihkan dan merombak sistem di internal KPK itu sendiri, bukan hanya memberikan saran kosong yang tidak menciptakan perubahan nyata.
Selain itu, Ketua Dewas KPK, Tumpak H. Panggabean, yang menyoroti ketidakmampuan KPK dalam penangkapan Harun Masiku, hanya menambah daftar panjang kegagalan lembaga ini.
Bagaimana mungkin masyarakat bisa percaya pada lembaga yang tidak mampu menangkap pelaku kejahatan, bahkan setelah usaha yang dilakukan?
KPK, yang dulunya disanjung sebagai harapan dalam memerangi korupsi, kini hanyalah bayangan dari masa lalu yang gemilang. Tanpa reformasi radikal dan tindakan tegas, KPK akan tetap menjadi ancaman bagi integritas negara, bukan sebagai pelindungnya.
Pentingnya Pemimpin yang Mengembalikan Peran KPK yang Independen dan Tak Tebang Pilih
Dalam menghadapi skandal dan dugaan pelanggaran etik di KPK, masyarakat Indonesia semakin menyadari pentingnya memiliki pemimpin yang dapat membersihkan lembaga tersebut.
Dalam menghadapi tantangan besar korupsi di Indonesia, Upaya konkret dalam mengesahkan RUU Perampasan Aset untuk memperkuat pemberantasan korupsi adalah solusi konkret. Serta memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menyempurnakan undang-undang yang mengaturnya merupakan langkah positif yang diusung oleh para pemimpin masa depan.
Deklarasi ini mengindikasikan pemahaman mendalam terhadap masalah korupsi yang melibatkan lembaga kunci dalam penanganannya.
Kasus korupsi semakin merajalela
Fakta menunjukkan bahwa kasus korupsi semakin merajalela, terutama dalam era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Enam menteri yang tersandung kasus korupsi, seperti Idrus Marham, Imam Nahrawi, Edhy Prabowo, Juliari Batubara, Johnny G. Plate, dan Syahrul, menciptakan bayangan yang kelam terhadap integritas pemerintahan.
Penting untuk dicatat bahwa jumlah menteri di era Jokowi yang terlibat dalam kasus korupsi jauh melampaui masa pemerintahan dua presiden sebelumnya, yaitu Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal ini menandakan bahwa korupsi telah menjadi masalah serius yang perlu segera diatasi dengan tindakan nyata.
Jadi dalam konteks maraknya kasus korupsi dan krisis integritas di Indonesia, terlihat dengan jelas perlunya pemimpin yang tegas dan bersih.
Sorotan pada Dewan Pengawas KPK dan tuntutan untuk mengembalikan peran KPK yang independen memperlihatkan keinginan masyarakat akan keadilan dan transparansi dalam pemberantasan korupsi.
Kunci Memberantas Korupsi di Indonesia
Pentingnya pemimpin yang mampu mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan KPK dari potensi konflik kepentingan menjadi agenda mendesak.
Sekaligus, data mengenai kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, termasuk enam menteri di era Jokowi, memberikan tanda bahaya terhadap integritas pemerintahan.
Dengan demikian, pemilihan pemimpin di masa mendatang perlu didasarkan pada komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi, pemulihan integritas lembaga-lembaga kunci, dan pengembalian kepercayaan masyarakat.
Hanya dengan langkah-langkah konkret dan keputusan tegas, Indonesia dapat membangun masa depan yang bersih dari korupsi.