Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengumumkan rencananya untuk menarik utang sebesar Rp600 triliun pada tahun 2024, yang diharapkan dapat menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meningkat menjadi 2,9%.

Meskipun langkah ini menandakan upaya pemerintah untuk mendukung pembangunan dan belanja publik,, tetapi sejumlah pertanyaan tajam perlu diajukan terkait kebijakan ini.

Apakah pemerintah memiliki rencana matang untuk mengelola utang baru? Bagaimana memastikan dana digunakan produktif? Dan adakah rencana konkret untuk mengurangi beban utang di masa depan? Pertanyaan ini mencerminkan kekhawatiran terhadap dampak dan keberlanjutan kebijakan utang, serta menjadi panggilan untuk transparansi dan akuntabilitas.

Keterbukaan pemerintah dalam menjawab pertanyaan ini menjadi kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan ekonomi jangka panjang Indonesia.

Meskipun pemerintah merasa yakin bahwa langkah ini masih menjaga rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, perlu dicermati beberapa aspek yang menimbulkan kekhawatiran.

Pertama, Kebijakan Utang yang Meningkat dan Beban Utang Nasional

Langkah untuk menambah utang sebesar itu memunculkan keprihatinan akan meningkatnya beban utang Indonesia. Meskipun rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023 masih tergolong aman (37%), perlu ditekankan bahwa terus bertambahnya utang bisa mengubah dinamika ini.

Rasio utang yang semakin tinggi dapat menjadi beban berat, mengingat dampaknya pada keberlanjutan perekonomian.

Kedua, Dampak pada Suku Bunga dan Keuangan Publik

Penambahan utang tidak hanya meningkatkan beban utang, tetapi juga berpotensi mendorong kenaikan suku bunga.

Dengan pembayaran bunga utang yang lebih tinggi, keuangan publik dapat terdampak, menyisakan sumber daya yang semakin terbatas untuk pembiayaan proyek-proyek pembangunan kritis dan belanja publik lainnya.

Ketiga, Masa Kepemimpinan Presiden Jokowi dan Tantangan Tahun 2024

Pentingnya pengelolaan utang menjadi lebih signifikan mengingat tahun 2024 menjadi tahun terakhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Dalam rangka mencapai target ekonomi yang ambisius, pemerintah perlu memastikan kebijakan utangnya sejalan dengan visi ekonomi meroket yang telah ditetapkan.

Jika pemerintah terus menambah utang secara besar-besaran, maka beban utang Indonesia akan semakin berat di masa depan.

Padahal, Presiden Jokowi sendiri telah menargetkan agar ekonomi Indonesia meroket di tahun 2024. Target tersebut tentunya harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang tepat, termasuk kebijakan utang.

Keempat, Peningkatan Cicilan Utang dan Beban APBN

Pengumuman penambahan utang sebesar Rp600 triliun akan menyebabkan peningkatan besar-besaran dalam cicilan utang pada tahun 2024.

Hal ini akan memberatkan APBN, yang sudah dihadapkan pada defisit yang signifikan. Pemerintah perlu merinci bagaimana mereka akan mengelola beban ini tanpa mengorbankan sektor-sektor kunci yang mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kelima, Tantangan Menuju Ekonomi Meroket

Pemerintah harus segera mengambil tindakan korektif dalam mengelola utang, memastikan alokasi dana yang efektif untuk proyek-proyek pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam menghadapi tantangan menuju ekonomi meroket, penting untuk menekankan pada kebijakan utang yang bijak, efisien, dan memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Harapan Masyarakat

Masyarakat Indonesia berharap pemerintah mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengendalikan utang, menjaga stabilitas ekonomi, dan mencapai target ekonomi meroket.

Dengan pengelolaan utang yang baik, Indonesia dapat memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menciptakan kondisi untuk kemajuan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP. (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)