Langkah pemerintah untuk memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) terhadap sektor properti dinilai hanya akan dinikmati kelompok masyarakat yang lebih mampu secara finansial. Dengan fokus saat ini terpaut pada sektor properti, muncul kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut tidak pro rakyat dan malah dapat memperlebar ketimpangan sosial.
Adapun skema pemberian insentif PPN DTP sebesar 100% itu nantinya hanya akan diberikan untuk pembelian rumah dengan harga dibawah Rp 2 miliar. Sedangkan rumah dengan harga mulai Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar maka pembeli tetap harus membayar PPN tanpa ada adanya insentif.
Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Achmad Nur Hidayat mengatakan pemerintah lebih baik memberikan insentif ini kepada para petani yang berada di lapisan bawah, agar para petani mendapatkan dampak signifikan.
“Pembebasan PPN ini seharusnya diarahkan pada sektor yang membutuhkan perhatian lebih mendesak, seperti pertanian. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan sektor tersebut, meningkatkan ekonomi para petani, dan mendukung kemandirian pangan nasional,” tutur Achmad dalam pernyataan resmi dikutip Minggu (5/11/2023).
Mulai Juli hingga Desember 2024, insentif PPN dijadwalkan akan dikurangi menjadi 50%. Menurut Achmad, hal ini menjadi aspek lain yang perlu dipertimbangkan kembali, mengingat dampak yang mungkin akan terjadi pada pasar properti dan keseluruhan ekonomi. Sektor properti memang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan pajak di Indonesia.
“Namun, sektor-sektor lain juga memiliki potensi yang sama jika di-support secara optimal untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi,” ucap Achmad.
Mengenai pembebasan biaya administrasi sebesar Rp 4 juta untuk pembelian rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, Achmad mengatakan subsidi tersebut harus disalurkan dengan bijak untuk memastikan bahwa hanya masyarakat kelas bawah yang berhak dan membutuhkan yang dapat menikmati insentif ini, bukan jatuh ke tangan yang sudah berkecukupan.
Dari semua perspektif tersebut, pemerintah harus mempertimbangkan kembali kepada siapa sebenarnya insentif-insentif ekonomi ini seharusnya diberikan. “Kebijakan yang dirancang seharusnya merangkul seluruh elemen masyarakat, dan memberikan dampak yang merata dan berkeadilan sosial, sehingga mampu mewujudkan visi pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” pungkas Achmad.
Sebelumnya Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Wahyu Utomo mengatakan sektor properti menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi kontribusi sektor properti sebesar 14-16% terhadap produk domestik bruto.
Sektor ini, lanjut dia, menghasilkan penyerapan tenaga kerja hingga 13 juta tenaga kerja, sedangkan share ke pajak sekitar 9%, dan share ke pendapatan asli daerah sebesar 31%. “Dampaknya kita ingin menjaga pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2023 dan all yearnya tetap di kisaran 5,1%,” kata Wahyu.
Sumber: investor.id