Kabar6 – Dua hari lalu menjelang puasa Ramadhan, pemerintah melarang seluruh pejabat dan Aparat Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) menyelenggarakan acara buka puasa bersama di Ramadhan dan open house pada Hari Raya Idul Fitri 1444/2023
Larangan tersebut tertuang dalam Arahan terkait Penyelenggaraan Buka Buasa Bersama nomor R-38.Seskab.DKK.03.2023 yang dikeluarkan Sekretaris Kabinet Pramono Anung berisi Arahan Presiden untuk diterapkan diseluruh kementerian/lembaga dan seluruh instansi pemerintahan daerah.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat MPP, mengatakan bahwa larangan ini dimaksudkan untuk meminimalisir potensi penularan Covid-19. Jadi larangan tersebut bukanlah hal yang baru.
Namun Achmad Nur Hidayat melihat ada 3 keanehan seputar larangan ASN tersebut. Pertama: tujuan meminimalisir potensi penularan Covid-19 kenapa hanya dikalangan ASN dan PNS. Padahal negara harus melindungi seluruh masyarakat Indonesia tidak hanya ASN dan PNSnya saja. Hal ini tentu membuat publik merasa diperlakukan tidak adil.
Kedua, ASN dilarang kumpul bersama Ramadhan namun Ribuan perangkat desa hadir di GBK dan diizinkan menggunakan fasiltas negara GBK pada minggu lalu. Ribuan undangan juga hadir pada acara nikahan putra Presiden Jokowi. Termasuk konser-konser musik seperti Blackpink dan Dewa 19 yang mendatangkan ribuan orang.
“Yang ketiga, tujuan meminimalisir potensi penularan Covid-19, namun kunjungan Presiden ke berbagai pelosok yang melibatkan ASN dan pejabat terus terjadi. Media-media memberitakan bagaimana kumpulan masa yang timbul dari kunjungan-kunjungan tersebut,” kata Achmad Nur Hidayat dalam keterangannya, Kamis (23/03/2023).
Melihat 3 keanehan tersebut, kata dia, jelas ini sebuah inkonsistensi pemerintah yang membuat publik bertanya kenapa seolah-olah Pemerintah menerapkan double standar atau lain muka bila terkait dengan kegiatan keagamaan khususnya Umat Islam.
Yang harus difahami bahwa dengan kebijakan ini membuat kaum muslimin merasa didiskriminasi padahal tahun baru dan hari raya agama lain pun tidak ada himbauan serupa. Tentunya hal ini pun memunculkan asumsi dari sebagian kaum muslimin bahwa ada stereotype dikalangan pemerintah terhadap kaum muslimin dan juga kental dengan unsur politis apalagi menjelang pemilu 2024.
“Alasan Pemerintah Minta Pejabat-Pegawai Pemerintah Tiadakan Buka Puasa Bersama tidak konsisten dengan pelonggaran kebijakan COVID19 sepanjang tahun 2023. Patut diingat bahwa pelonggaran tahun 2023 berbagai aktivitas kumpul besar terjadi seperti nikahan anak presiden dihadiri 3.000 undangan, Konser Black Pink 70.000 penonton, Aksi Aparat Desa mendukung perpanjangan masa jabatan diizinkan. Sama sekali tidak ada larangan-larangan terkait pencegahan penyebaran covid,” paparnya.
Sambungnya, alasan Pemerintah Minta Pejabat-Pegawai Pemerintah Tiadakan Buka Puasa Bersama tidak konsisten juga dengan narasi pemulihan ekonomi tahun 2023. Justru perputaran uang yang cepat di bulan Ramadhan menjadikan perekonomian menjadi lebih baik. Jika publik bisa melakukan kegiatan secara normal tentunya ini akan meringankan pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi.
Pelarangan buka bersama ASN sebenarnya juga sudah disampaikan tahun 2022 lalu dimana Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan edaran pedoman penyelenggaraan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1443 H. Edaran No. SE 08 Tahun 2022 yang ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 29 Maret 2022 berisi anjuran pelaksanaan ibadah Ramadhan dengan protokol kesehatan. Namun tahun 2022 kekhawatiran terhadap COVID19 lebih tinggi dibandingkan tahun 2023.
Menag melarang pejabat dan ASN Kementerian Agama untuk mengadakan dan menghadiri buka puasa bersama atau giat sejenisnya. “Pejabat dan Aparatur Sipil Negara dilarang mengadakan atau menghadiri kegiatan buka puasa bersama, sahur bersama, dan/atau open house Idul Fitri,” tegas Menag tahun lalu.
Pelarangan acara buka puasa bersama di Ramadhan dan open house pada Hari Raya kelihatannya tidak dibangun dengan narasi publik yang komprehensif tahun 2023 ini. Karena ketidakkonsistenan dengan narasi pelonggaran dan pemulihan ekonomi, pelarangan ASN terkiat buka buasa, sahur bersama dan open house Hari Raya sebaiknya perlu dikoreksi.
“Bila ada data penyebaran COVID19 meningkat tajam seharusnya Pemerintah membukanya dengan transparan. Namun bila tidak ada data yang mendukung, sebaiknya larangan tersebut dicabut karena larangan tersebut membatasi warga negara khususnya ASN untuk saling dekat dengan rakyat dan juga tidak mendukung narasi pemulihan ekonomi,” tegas Achmad Nur Hidayat.
Sumber: kabar6.com