Intruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada jajaran menteri dan kepala daerah terkait buruknya kualitas udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dikritisi sejumlah pihak. Apalagi Jokowi meminta agar para menteri mendorong perkantoran menggelar from home (WFH) sebanyak mungkin.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat mengatakan, WFH pada waktu covid terpaksa harus dilakukan. Sementara jika saat ini diberlakukan WFH maka tidak bisa lagi. Apalagi saat ini berlaku kerja dari mana pun dan kapanpun atau works form anywhere. Sehingga diberlakukannya WFH akan bisa mematikan usaha kecil atau UMKM.
“Toko-toko, warung-warung, cafe-cafe bisa mati. Tapi kalau works from anywhere bisa menghudupkan UMKM, warung-warung, cafe-cafe. orang-orang mendatangi tempat-tempat itu untuk nongkrong, meet untuk pekerjaan, lobby dan lain-lain. Maka hidup tuh tempat-tempat usaha seperti itu,” jelasnya.
“Jadi ga bisa diterapkan WFH dengan alasan polusi. Ini kayak Pak Jokowi lagi teringat dengan masa-masa covid neh,” ujar Jumhur di Jakarta, Senin (21/8/2023).
Rekayasa Cuaca
Sementara itu, peneliti kebijakan publik IDP-LP, Riko Noviantoro mengatakan, masih belum terkendalinya polusi udara di Jakarta dan sekitarnya, maka perlu langkah jangka pendek. Hal tersebut dilakukan untuk menekan tingkat polusi atau mengurai kualitas polusi udara yang terjadi.
“Sudah waktuya pemerintah Jakarta melakukan rekayasa cuaca. Melalui metode hujan buatan yang diyakin bisa menekan partikel yang berada di udara,” tegas Riko.
Menurutnya rekayasa cuaca menjadi langkah tepat untuk pengendalian polusi udara pada jangka pendek. Paling tidak tingkat kepekatan polusi di udara bisa berkurang. Sembari pemerintah melakukan upaya yang paling utama, yakni mengendalikan polusi kendaraan bermotor dan pabrik.

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, penerapan WFH tidak akan memiliki dampak yang signifikan. Karena WFH memerlukan insentif lain dan tidak bisa sepenuhnya bergantung pada masing-masing perusahaan. Keraguan akan efektivitas WFH muncul karena masih ada ketidakpastian apakah perusahaan-perusahaan akan menerapkan kebijakan ini secara luas atau tidak. Selain itu, juga belum jelas apakah WFH akan benar-benar mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan signifikan.
WFH 50 Persen
Saat ini Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan uji coba kebijakan bekerja dari rumah (WFH) mulai Senin (21/8/2023). WFH berlaku bagi 50 persen aparatur sipil negara (ASN). Plt. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko mengatakan kebijakan itu tidak berlaku pada RSUD, Puskesmas, Satpol PP, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan, Dinas Perhubungan, hingga pelayanan tingkat kelurahan.
“Jajaran Pemprov DKI Jakarta tetap berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal. Kami pastikan penerapan WFH tidak berdampak pada pelayanan publik dan pekerjaan tetap dilakukan sebagaimana mestinya,” kata Sigit beberapa waktu lalu.
Sumber: harianterbit.com