JAKARTA, DISWAY.ID — Ditengah-tengah polemik yang ditimbulkan oleh penerapan efiisien anggaran yang di terapkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto kepada Kementerian atau Lembaga, sejumlah pihak mulai mempertanyakan nasib Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

BI dan OJK justru mengalami peningkatan anggaran signifikan, dan kondisi tersebut tentunya menimbulkan pertanyaan.

Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kedua institusi ini memiliki peran signifikan dalam perekonomian nasional, terutama dalam mempengaruhi kondisi kelas menengah melalui kebijakan moneter dan pengawasan sektor keuangan, tetapi tren pertumbuhan anggarannya menunjukkan peningkatan yang mencolok.

“Yang menjadi ironi adalah, ketika pemerintah melakukan berbagai upaya penghematan di sektor administrasi dan pelayanan publik, efisiensi yang sama tidak diterapkan di lembaga independen seperti BI dan OJK,” ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada Jumat 14 Februari 2025.

Selain itu, Achmad juga menambahkan bahwa tingginya anggaran operasional BI dan OJK juga berbanding terbalik dengan kondisi perbankan nasional yang memberlakukan suku bunga tinggi kepada pelaku usaha. 

Dalam hal ini, dirinya mencontohkan dengan apa yang terjadi di Malaysia dan Thailand, dimana suku bunga pinjaman berada pada tingkat yang lebih rendah 2,5 persen dan 3.0 persen.

Hal ini justru berbanding terbalik di Indonesia, dimana para pelaku usaha justru harus membayar lebih mahal (BI7DR 5,75 persen) untuk mendapatkan akses modal.

“Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana kebijakan moneter yang diterapkan oleh BI benar-benar mendukung pertumbuhan sektor riil. Suku bunga tinggi bukan hanya menjadi hambatan bagi dunia usaha, tetapi juga bagi masyarakat umum yang membutuhkan pinjaman untuk berbagai keperluan,” pungkas Achmad.

Menurut Achmad, peningkatan anggaran yang signifikan seharusnya diiringi dengan upaya untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian dan masyarakat. 

Terlebih lagi, isu penyalahgunaan dana bantuan sosial (CSR)  yang lebih banyak jatuh ke tangan elit politik dibandingkan masyarakat yang benar-benar membutuhkan semakin menambah urgensi tuntutan transparansi dalam penggunaan anggaran negara, termasuk oleh lembaga-lembaga independen seperti BI-CSR dan OJK.

“Tanpa adanya transparansi dalam alokasi dan pemanfaatan anggaran, sulit bagi publik untuk mengetahui sejauh mana efektivitas belanja BI dan OJK dalam mendukung stabilitas ekonomi nasional,” pungkas Achmad.

Sumber: disway.id