MERAHPUTIH.COM – KASUS bunuh diri yang menimpa sebuah keluarga di Cirendeu, Tangerang Selatan, karena dugaan terjerat pinjaman online (pinjol) menuai keprihatinan. Ekonom Achmad Nur Hidayat melihat salah satu akar dari permasalahan ini ialah rendahnya literasi keuangan di kalangan masyarakat.
Banyak individu tidak memahami bagaimana mekanisme pinjaman bekerja, termasuk suku bunga, denda keterlambatan, dan risiko jangka panjang dari utang. “Dalam kasus ini, ketidaktahuan dan tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup membuat keluarga itu terjebak dalam lingkaran utang,” kata Achmad di Jakarta, Rabu (18/12).
Achmad melihat, selain dampak finansial, pinjaman online sering kali menimbulkan tekanan psikologis yang berat. “Intimidasi dari penagih utang, ancaman terhadap privasi, dan rasa malu akibat keterlibatan pihak ketiga, seperti tetangga atau kerabat, dapat menghancurkan kesejahteraan mental seseorang,” jelas Achmad.
Tragedi di Cirendeu menunjukkan bagaimana tekanan semacam itu bisa berujung pada keputusan tragis. Masyarakat sering kali merasa malu atau takut untuk meminta bantuan ketika menghadapi masalah keuangan. “Rasa malu ini diperparah stigma sosial terhadap utang,” tutur Achmad.
Meskipun telah ada regulasi yang mengatur keberadaan platform ini, masih banyak aplikasi ilegal yang beroperasi tanpa izin dan menggunakan praktik bisnis yang merugikan konsumen. Penegakan hukum terhadap aplikasi pinjaman ilegal harus menjadi prioritas.
Selain itu, perlu juga ada mekanisme perlindungan yang lebih baik bagi konsumen, seperti penetapan batas maksimum suku bunga, pelarangan metode penagihan yang intimidatif, dan pengawasan ketat terhadap penggunaan data pribadi.
“Pemerintah juga dapat mendorong pengembangan lembaga keuangan mikro berbasis komunitas yang menawarkan pinjaman dengan bunga rendah dan tanpa risiko intimidasi,” saran Achmad.
Achmad melihat tragedi ini juga menunjukkan pentingnya peran masyarakat dalam membangun kesadaran kolektif. Tetangga dan kerabat sering kali menjadi saksi pertama dari kesulitan yang dialami sebuah keluarga. Dalam kasus ini, tetangga mengetahui keterlibatan keluarga korban dalam pinjaman online, tapi tidak ada langkah proaktif yang diambil untuk memberikan bantuan atau mencari solusi bersama.
Masyarakat perlu lebih peka terhadap tanda-tanda kesulitan yang dialami orang-orang di sekitarnya. “Solidaritas sosial dapat menjadi penopang yang kuat bagi individu atau keluarga yang menghadapi tekanan ekonomi,” tutur Achmad.
Selain itu, peningkatan literasi keuangan juga harus menjadi prioritas. Program pendidikan tentang pengelolaan keuangan, khususnya dalam menghadapi tawaran pinjaman online, harus diinisiasi pemerintah, lembaga pendidikan, dan komunitas masyarakat.
“Literasi ini tidak hanya untuk mengedukasi masyarakat tentang risiko utang, tetapi juga memberikan alternatif solusi, seperti menabung atau memanfaatkan program pembiayaan mikro yang lebih terjangkau,” pungkas Achmad yang juga ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini.
Pasangan suami istri AF dan YL beserta AH, anak mereka yang berusia tiga tahun, ditemukan meninggal dunia di kediaman mereka, Minggu (15/16). Peristiwa yang terjadi pada pukul 11.00 WIB ini bermula saat dua saksi hendak ke rumah korban untuk menyalakan air yang kebetulan tombol sakelarnya berada di dalam rumah korban.
Saksi melihat YL dan AH telah terbujur kaku dalam kamar, sedangkan AF ditemukan gantung diri. Kasus ini masih dalam penyelidikan kepolisian. Dari informasi yang diterima wartawan, sang suami diduga terjerat pinjaman online.
Hal itu juga sempat disampaikan sang istri ke tetangga dan kerabatnya. Namun, belum diketahui jumlah pinjaman korban.
Sumber: merahputih.com