JAKARTA – Pemerintah Indonesia untuk ketiga kalinya, akan kembali melakukan program pengampunan pajak bagi para pengemplang dalam waktu dekat.
Bahkan, Pemerintah saat ini juga dikabarkan tengah menyusun aturan Undang-undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Kabar ini langsung mendapat kritikan dari sejumlah Ekonom dan Pengamat.
Pasalnya, kebijakan Tax Amnesty ini berpotensi merusak moralitas sistem perpajakan nasional.
Menurut keterangan Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kebijakan ini hanya akan mengirim pesan yang salah bahwa pelanggaran pajak tidak berkonsekuensi serius karena selalu ada jalan untuk diampuni.
“Membiarkan pengemplang pajak terus menikmati amnesti menunjukkan bahwa pemerintah gagal menegakkan aturan perpajakan secara tegas,” ujar Achmad.
Selain itu, Achmad melanjutkan bahwa pelaksanaan tax amnesty jilid III akan memperburuk ketidakadilan sosial.
“Masyarakat kelas bawah dan menengah harus membayar pajak dari pendapatan mereka yang kecil, pengemplang pajak besar mendapatkan pengampunan. Ini adalah bentuk diskriminasi fiskal yang mencederai rasa keadilan,” pungkas Achmad.
Menurut Achmad, jika Tax Amnesty terus diulang, hal ini akan menciptakan preseden buruk.
Dalam jangka panjang, hal ini juga dapat merusak basis penerimaan negara dan menciptakan lubang fiskal yang lebih dalam.
“Pengusaha yang awalnya patuh membayar pajak akan berpikir ulang: Untuk apa patuh, kalau bisa tidak membayar pajak dan tetap diampuni? Kebijakan seperti ini hanya akan mendorong budaya ketidakpatuhan dan melemahkan otoritas fiskal negara,” tegasnya.
Sumber: beritamoneter.com