FAKTA.COM, Jakarta – Hingga akhir Oktober ini, posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia mencapai US$151,2 miliar. Atas catatan tersebut, cadev Indonesia mencapai angka tertingginya sepanjang sejarah.
Hal tersebut disampaikan, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, dalam siaran pers, Kamis (7/11/2024).
Diketahui, angka tersebut setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembiayaan utang. Dengan kondisi tersebut, Bank Indonesia menilai cadangan devisa Indonesia mampu menjaga ketahanan sektor eksternal serta stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
“Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, ujar Ramdan.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengungkap, peningkatan posisi cadangan devisa Indonesia didorong oleh penerbitan obligasi global oleh pemerintah bulan lalu sebesar US$1,8 miliar.
“Sejauh ini positif dimana kepercayaan investor asing cukup kuat untuk menyerap penerbitan obligasi valas pemerintah,” kata David kepada Fakta.com, Kamis (7/11/2024).
Di lain sisi, David mengatakan angka tersebut sangat memadai untuk menjaga ketahanan eksternal rupiah. Kendati begitu, David bilang Indonesia juga perlu mengantisipasi dinamika eksternal.
“Mungkin kebijakan Trump terkait tarif (perang dagang) dan ketegangan politik Timur Tengah,” tutur David.
Risiko penurunan cadev menunggu
Di lain sisi, meski posisi cadangan devisa terus meningkat, Ekonom Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat melihat adanya risiko penurunan nilai cadev di akhir tahun.
Adapun menurut Achmad, salah satu kekhawatirannya dilihat dari The Fed yang cenderung akan mempertahankan suku bunga yang ketat untuk mengendalikan inflasi domestik.
“Akibatnya, aliran modal ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, terpengaruh,” ujar Achmad.
Di lain sisi, harga komoditas yang fluktuatif juga sangat mempengaruhi kinerja cadev. Sebab, Indonesia merupakan negara pengekspor komoditas.
Misalnya, Achmad mencontohkan, sepanjang September tahun ini, harga komoditas unggulan, seperti sawit dan batu bara mengalami penurunan seiring melambatnya permintaan global.
“Penurunan ini berdampak pada nilai ekspor Indonesia, memperlemah posisi cadev yang sebagian besar bergantung pada penerimaan ekspor,” tutur Achmad.
Sementara itu, Achmad juta menyoroti pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo pada akhir tahun. Ia bilang, hal tersebut juga akan memberikan tekanan pada cadangan devisa.
“Bank Indonesia dapat mempertimbangkan koordinasi dengan pemerintah untuk pengelolaan utang luar negeri dan upaya menarik investasi asing langsung yang lebih stabil,” ucap Achmad.
Terakhir, Achmad bilang kendati Bank Indonesia telah bekerja keras untuk menjaga stabilitas ekonomi dan posisi cadangan devisa, tetapi tantangan ke depan jauh lebih kompleks. Karena itu, ke depan pemerintah dan Bank Indonesia perlu memantau faktor eksternal dan mengambil langkah mitigasi yang tepat.
“Jika tidak, cadev Indonesia mungkin akan mengalami penurunan signifikan pada akhir 2024,” pungkas Achmad.
Sumber: fakta.com