Jakarta, MI – Pengamat Kebijakan Publik sekaligus CEO Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, menyoroti maraknya judi online (judol) yang menjadi perhatian serius di Indonesia. Ia menilai bahwa aktivitas ilegal ini hanya menguntungkan para bandar, sementara dampak negatifnya semakin merusak stabilitas nasional.

Aktivitas judi online ini tidak hanya menimbulkan masalah sosial yang serius, tetapi juga menghadirkan ancaman nyata terhadap keharmonisan rumah tangga, menurunkan produktivitas tenaga kerja, serta mengganggu sektor ekonomi secara keseluruhan.

“Keuntungan besar dari aktivitas ini hanya dinikmati oleh segelintir pihak yaitu para bandar yang saat ini belum ada yang ditahan aparat penegak hukum, sementara dampak negatifnya harus ditanggung oleh masyarakat luas,” kata Achmad saat dihubungi di Jakarta, Jumat (15/11/2024).

Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi judi online menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 237,48 persen sepanjang semester I 2024. Dalam periode tersebut, perputaran uang dari aktivitas ilegal ini mencapai Rp 174 triliun. Hingga kuartal III 2024, angka tersebut melonjak menjadi Rp 283 triliun.

Achmad juga mengungkapkan bahwa 80 persen dari 4,4 juta pelaku judi online berasal dari masyarakat kelas menengah ke bawah, yang merupakan kelompok paling rentan secara ekonomi.

Dana yang digunakan untuk berjudi tidak menghasilkan barang atau jasa produktif, melainkan mengalir ke luar negeri, mengingat sebagian besar platform judi dioperasikan oleh entitas asing. Ini menciptakan kebocoran devisa yang melemahkan stabilitas ekonomi nasional.

Selain itu, uang yang semestinya digunakan untuk kebutuhan pokok, pendidikan, atau investasi keluarga justru terbuang sia-sia tanpa manfaat. Akibatnya, daya beli masyarakat, terutama di kalangan berpenghasilan rendah, mengalami penurunan signifikan.

Dampak negatif judi online tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga meluas ke stabilitas rumah tangga dan produktivitas tenaga kerja. Achmad mengatakan, banyak keluarga terjebak dalam utang karena ketergantungan pada judi online. Hal ini menciptakan efek berganda negatif di sektor lain, khususnya produktivitas tenaga kerja.

“Dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan absensi kerja, penurunan produktivitas, hingga konflik dalam lingkungan kerja. Ketika masalah ini terjadi secara masif, perusahaan-perusahaan di berbagai sektor turut merasakan dampaknya, baik dalam bentuk menurunnya efisiensi operasional maupun peningkatan biaya sosial,” tambahnya.

Judi online ini juga berdampak pada terhadap sektor perbankan, terutama meningkatnya kredit macet yang disebabkan oleh masyarakat yang terjebak dalam utang akibat perjudian. Selain itu, perusahaan juga harus menanggung biaya sosial akibat penurunan produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh ketergantungan pada aktivitas ilegal ini.

Achmad juga menjelaskan bahwa judi online semakin memperburuk ketimpangan sosial ekonomi di Indonesia. Kelompok masyarakat menengah ke bawah menjadi target utama platform judi daring, yang kian memperparah tantangan ekonomi yang telah mereka hadapi.

“Ketika kelompok masyarakat menengah ke bawah menjadi sasaran utama, ini menimbulkan ketimpangan yang semakin lebar. Kelompok ini sudah menghadapi berbagai tantangan ekonomi, seperti inflasi, kenaikan harga kebutuhan pokok, dan sulitnya akses pendidikan berkualitas. Judi online hanya memperburuk situasi mereka, menciptakan jebakan kemiskinan yang sulit untuk diatasi,” ujarnya.

Untuk mengatasi fenomena ini, Achmad diperlukan pendekatan holistik dari pemerintah. Penegakan hukum terhadap operator judi online harus diperkuat, termasuk pelacakan platform ilegal dan kerja sama internasional untuk menutup jaringan lintas negara. Namun, menurutnya, penegakan hukum saja tidak cukup. Pemerintah juga perlu fokus pada peningkatan literasi keuangan masyarakat.

“Banyak pelaku judi online yang terjebak karena kurangnya pemahaman tentang risiko finansial yang mereka hadapi. Kampanye literasi keuangan harus didesain dengan cara yang menarik dan mudah dipahami, sehingga masyarakat dapat menghindari jebakan judi online sekaligus meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak.”

Pemerintah juga harus menyediakan alternatif ekonomi yang produktif, seperti program pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) serta program padat karya.

Achmad menambahkan,“Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat keluar dari jerat judi online yang semakin meresahkan. Jangan biarkan fenomena ini terus berkembang tanpa pengendalian, karena dampaknya terlalu besar untuk diabaikan.”

Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, pada Jumat (15/11/2024), mengunjungi pasien-pasien korban kecanduan judi online di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Kunjungan ini dilakukan untuk melihat langsung dampak buruk dari fenomena judi online yang semakin meluas. Sejak Januari hingga Oktober 2023, RSCM telah menangani 172 pasien yang mengalami kecanduan judi online, yang sebagian besar berasal dari rumah sakit rujukan di berbagai daerah di Indonesia.

“Pak Presiden Prabowo menegaskan bahwa semua harus sigap untuk mengatasi judi online ini,” kata Muhaimin Iskandar.

Sumber: monitorindonesia.com