Kamis, 09 Februari 2023

Warta Ekonomi, Jakarta – Aksi Presiden Jokowi menggaungkan narasi hilirisasi di Indonesia mendapat sorotan tajam dari pakar kebijakan publik. Terlebih lagi, ambisi Jokowi dalam melakukan hilirisasi bahan tembaga mentah, seperti nikel, sempat mendapatkan perlawanan, di mana Indonesia kalah dalam gugatan di WTO.

Pengamat dan Pakar Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat, menilai bahwa narasi hilirisasi yang disampaikan Jokowi sangat heroik dan sangat bergairah. Namun sayangnya, aksi heroik itu melupakan sejumlah hal yang bersifat fundamental. Achmad Nur mencontohkan, hilirisasi yang dimaksud oleh Jokowi ialah melarang dan menghentikan ekspor nikel ke luar negeri. Larangan tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan smelter nikel di Tanah Air, seperti di Gresik dan Nusa Tenggara Barat.

“Indonesia dianggap menyalahi prinsip-prinsip dari perdagangan yang fair, kenapa? Indonesia memiliki bahan mentah dan tidak mau mengekspor. Berarti nanti harga-harga mineral seperti nikel akan tinggi,” jelas Achamd Nur Hidayat disimak dalam YouTube bertajuk “Hilirisasi Dikelola Asing maka Akan Jadi Nihilisasi” pada Kamis, 9 Februari 2023.

Ia menambahkan, ada hal hal lain yang mengkhawatirkan dari kondisi tersebut, yakni potensi balas dendam yang akan diterima Indonesia dari negara lain. Pasalnya, Indonesia sendiri juga masih membutuhkan sejumlah bahan baku yang berasal dari luar negeri, seperti minya. Ia khawatir, negara produsen minyak enggan mengekspor produk tersebut ke Indonesia karena Indonesia lebih dulu melarang ekspor nikel ke negara lain.

“Yang saya khawatirkan adalah balas dendamnya. Kalau Indonesia tidak mau ekspor, kemudian kita butuh bahan baku yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan nasional, seperti minyak, kemudian mereka tidak mau kirim ke kita, kita bisa mengalami bencana,” tegas Achmad Nur Hidayat.

Ia pun kembali mengingatkan bahwa Indonesia tidak bisa hidup sendiri. Indonesia perlu mempertimbangkan posisinya yang membutuhkan negara lain dalam hal pemenuhan bahan baku seperti halnya minyak.

Sumber: wartaekonomi.co.id