Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP. (Ekonom dan Anggota Dewan Pakar TIMNAS AMIN)

Kemiskinan merajalela sebagai biang keladi kesejahteraan keluarga. Per Maret 2023, kondisi kemiskinan di Indonesia mengkhawatirkan, mencapai 9,36 persen dari total penduduk atau setara dengan 25,9 juta jiwa. Angka ini mencerminkan tantangan nyata dalam mencapai kesejahteraan keluarga.

Menggambarkan Realitas Tantangan Kesejahteraan Keluarga di Indonesia

Keluarga miskin terjerat dalam kebingungan memenuhi kebutuhan dasar, dari pangan hingga pendidikan. Dampaknya terasa dalam pertumbuhan anak yang terhenti pada level minimum.

Ketidaksetaraan gender semakin memperkeruh suasana, membuat perempuan sulit berperan optimal karena akses terbatas pada pendidikan dan pekerjaan.

Kekerasan dalam rumah tangga menjadi pewarna kelam dalam keseharian keluarga miskin. Atmosfer yang tidak bahagia memunculkan trauma dan ketakutan pada anggota keluarga, menghancurkan esensi kehidupan keluarga yang seharusnya penuh kasih dan dukungan.

Pendidikan yang tidak merata menjadi benteng tinggi bagi anak-anak, khususnya mereka yang berasal dari keluarga miskin di daerah terpencil. Ini bukan hanya masalah akses, tetapi juga kualitas pendidikan yang dapat memutus siklus kemiskinan.

Kesehatan yang tidak terjamin semakin melilit upaya mencapai kesejahteraan keluarga. Anggota keluarga yang tidak sehat menjadi beban, menghambat kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Maka dari itu Kualitas manusia Indonesia harus berawal dari keluarga yang sejahtera dan bahagia. Dukungan kepada orang tua dalam mengawal tumbuh kembang anak menjadi kunci.

Mulai dari dukungan bagi ibu hamil, nutrisi yang memadai bagi anak, hingga pendidikan yang memastikan setiap anak mampu tumbuh kembang dan berkarya.

Edukasi Keluarga sebagai Landasan Kuat Pembentukan Generasi Unggul

Dalam konteks ini Misi AMIN Anies Baswedan dan Muhaimin yang menekankan “Mewujudkan Keluarga Indonesia yang Sejahtera dan Bahagia sebagai Akar Kekuatan Bangsa” menawarkan solusi konkret yang sangat relevan dan logis dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Pertama, dengan memuliakan ibu, misi ini mengakui peran sentral ibu dalam keluarga. Dukungan penuh untuk ibu hamil, cuti yang setara bagi ayah, tempat penitipan anak terjangkau, dan perlindungan dari KDRT memastikan kesejahteraan ibu yang pada gilirannya menciptakan lingkungan harmonis bagi tumbuh kembang anak.

Kedua, fokus pada kesejahteraan keluarga mencakup upaya memastikan tersedianya lapangan kerja, biaya hidup terjangkau, dan perlindungan ekstra untuk keluarga dengan anggota berusia lanjut atau berkebutuhan khusus. Hal ini mendukung keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar.

Ketiga, perhatian khusus pada anak melalui pemenuhan gizi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berkualitas, hak terhadap pelayanan kesehatan, dan menciptakan lingkungan aman dan inklusif memastikan generasi penerus yang sehat, cerdas, dan bahagia.

Terakhir, pendidikan keluarga menjadi fokus utama, menggalakkan keterlibatan orang tua dalam tumbuh kembang anak, pendidikan karakter, dan melibatkan komunitas. Hal ini menciptakan fondasi kuat untuk pembentukan generasi yang bebas narkoba.

Dengan demikian, misi ini tidak hanya bersifat retorika semata, melainkan memberikan solusi konkret yang menanggapi tantangan nyata dalam mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera dan bahagia sebagai akar kekuatan bangsa.