Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP. (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)

Pilpres 2024 menandai titik penting dalam sejarah demokrasi Indonesia. Di tengah dinamika politik yang semakin matang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan perubahan format debat capres-cawapres yang signifikan.

Sebelumnya, dalam Pilpres 2019, format debat terbagi menjadi lima sesi, dengan satu sesi khusus untuk cawapres, dua untuk capres, dan dua sisanya dihadiri oleh keduanya. Namun, untuk Pilpres 2024, format ini diubah menjadi tiga debat capres dan dua debat cawapres, di mana cawapres akan mendampingi capres dalam setiap sesi. Ini merupakan perubahan penting yang menimbulkan berbagai spekulasi dan pertanyaan.

Perubahan ini, menurut Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, bertujuan untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang kerjasama antara capres dan cawapres. Ide ini mungkin terdengar masuk akal dalam konteks memperkuat tampilan kerjasama tim.

Namun, di balik perubahan yang terlihat sederhana ini, terdapat implikasi yang lebih dalam, khususnya terkait dengan dinamika politik dan transparansi dalam proses demokrasi. Komisioner KPU RI, Idham Holik, membantah adanya upaya untuk meniadakan debat khusus capres atau cawapres, menekankan bahwa format debat masih sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pemahaman Publik Terhadap Kandidat Khususnya Cawapres Jadi Minim

Namun, pertanyaan tetap muncul mengenai dampak nyata dari perubahan ini terhadap pemahaman publik terhadap kandidat, khususnya cawapres.

Salah satu isu yang menonjol adalah tentang Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi dan cawapres termuda, yang kehadirannya dalam kontestasi politik telah menarik perhatian. Perubahan format debat yang mengurangi fokus eksklusif pada cawapres mungkin dapat dilihat sebagai langkah untuk melindungi Gibran dari sorotan intensif.

Dalam konteks demokrasi, setiap kandidat, termasuk Gibran, harus diberi kesempatan yang sama untuk menampilkan kapasitas dan visinya. Mengurangi eksposur khusus untuk cawapres bisa diartikan sebagai pengurangan peluang untuk penilaian publik yang lebih mendalam.

Transparansi dan akuntabilitas adalah prinsip dasar dalam demokrasi. Perubahan format debat yang mengurangi eksposur khusus untuk cawapres dapat merusak prinsip-prinsip ini. Jika debat menjadi arena di mana capres mendominasi percakapan, maka peluang untuk mengevaluasi cawapres secara independen menjadi terbatas.

Ini bukan hanya soal memberikan kesempatan yang sama kepada semua kandidat untuk berbicara, tetapi juga tentang memastikan pemilih memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang tepat.

Tentunya dengan sesi khusus debat cawapres maka cawapres punya waktu yang cukup untuk menyampaikan gagasannya, dan publik punya waktu yang lebih banyak untuk melihat kapasitas masing-masing cawapres.

Integritas Proses Pemilu, Dinamika Kekuasaan dan Pengaruh Politik

Perubahan format debat juga menimbulkan pertanyaan tentang integritas proses pemilihan. Dalam konteks politik Indonesia yang seringkali kompleks, setiap perubahan dalam proses pemilu harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, termasuk dinamika kekuasaan dan pengaruh politik.

Pengaruh politik yang mungkin bertujuan untuk menguntungkan kandidat tertentu harus diwaspadai untuk menjaga integritas proses pemilu.

Di sisi lain, KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan secara transparan alasan perubahan format dan bagaimana hal itu sesuai dengan prinsip demokrasi.

Jika perubahan format tersebut memang memiliki justifikasi yang kuat, maka penjelasan yang transparan dan komprehensif kepada publik menjadi penting untuk memelihara kepercayaan dalam proses pemilu.

Media Harus Memastikan Informasi yang Akurat dan Tidak Bias

Media dan pemilih juga memainkan peran penting dalam memastikan proses pemilu, termasuk debat, berjalan dengan cara yang memastikan pemeriksaan yang adil dan menyeluruh terhadap semua kandidat.

Media harus menyajikan informasi yang objektif dan kritis, sementara pemilih harus aktif mencari informasi untuk membuat keputusan yang terinformasi. Dalam era informasi yang serba cepat ini, tantangan untuk memastikan informasi yang disampaikan adalah akurat dan tidak bias menjadi semakin penting.

Kesimpulannya, perubahan format debat capres-cawapres untuk Pilpres 2024 menimbulkan berbagai pertanyaan penting mengenai prinsip-prinsip demokrasi. Transparansi, kesetaraan, dan akuntabilitas adalah hal-hal yang harus dijaga dalam setiap aspek pemilu.

Setiap kandidat harus mendapatkan kesempatan yang sama dan waktu yang cukup untuk diuji dan dievaluasi oleh publik. KPU dan semua pihak terkait harus memastikan bahwa perubahan apapun dalam format debat, atau proses pemilu secara keseluruhan, dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip ini. Pemilu bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang menegakkan nilai-nilai demokrasi itu sendiri.