Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP. (Ekonom dan Anggota Dewan Pakar TIMNAS AMIN)
Kondisi kesehatan mental yang tengah merosot di tengah masyarakat menjadi isu krusial yang memerlukan perhatian serius.
Dampaknya tidak terbatas pada tingkat individual, tetapi juga menyebar ke tingkat nasional, mengancam produktivitas Indonesia dalam mencapai status negara maju pada tahun 2045.
Lanskap Kesehatan Mental Indonesia: Tantangan dan Ancaman
Data dari Laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) 2021-2022 menyoroti bahwa ketidakpastian global memberikan kontribusi pada kemunduran pencapaian pembangunan manusia secara global.
Fenomena ini menciptakan gejolak dalam kehidupan manusia, menghadirkan tantangan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Survei Kesehatan Mental Remaja Nasional Indonesia 2022 memaparkan angka yang mengkhawatirkan, dengan 34,9 persen remaja mengalami masalah mental, dan 5,5 persen di antaranya mengalami gangguan mental.
Meskipun demikian, tingkat akses terhadap layanan konseling masih rendah, hanya mencapai 2,6 persen dari jumlah tersebut.
Kementerian Kesehatan RI mencatat peningkatan kasus bunuh diri di Indonesia, dengan 826 kasus pada tahun 2022, naik 6,37 persen dibandingkan tahun 2018 yang mencatatkan 772 kasus.
Pada periode Januari-Juni 2023, Polri melaporkan 663 kasus bunuh diri di Indonesia.
Lonjakan dramatis ini menyoroti urgensi perhatian terhadap kesehatan mental masyarakat. Kasus bunuh diri mencerminkan bahwa kesehatan mental bukan hanya masalah individu, melainkan bagian integral dari kesejahteraan setiap individu.
Perlu tindakan serius dari pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan mental, mengurangi stigma, dan memahami bahwa investasi dalam kesehatan mental adalah investasi dalam masa depan produktif dan sejahtera bagi bangsa.
Solusi Misi Amin Anies dan Muhaimin: Fondasi Menuju Kesehatan Mental yang Lebih Baik
Dalam konteks ini, solusi yang diusung oleh Misi Amin Anies dan Muhaimin, yang memfokuskan pada kesehatan mental rakyat dengan Misi 5 poin 8, memberikan landasan yang kuat untuk mengatasi tantangan serius ini.
Program tersebut tidak hanya relevan tetapi juga sangat diapresiasi dalam menghadirkan solusi konkret untuk meningkatkan kesejahteraan mental masyarakat Indonesia.
Pertama, pendekatan edukasi yang mencakup penghapusan stigma negatif terhadap kesehatan mental dari tingkat keluarga dan sekolah merupakan langkah progresif. Aktivasi kelompok dukungan sebaya (peer support group) dan penguatan peran konselor di institusi pendidikan menjadi upaya nyata dalam menciptakan lingkungan yang mendukung mental sehat.
Kedua, Penambahan ruang publik dan fasilitasi berbagai kegiatan masyarakat sebagai tempat ekspresi diri dan potensi adalah solusi yang inklusif. Langkah ini menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk berkumpul dan mengekspresikan diri.
Ketiga, Kehadiran konselor kesehatan mental di Puskesmas dan layanan konseling daring gratis menunjukkan komitmen untuk membuat layanan kesehatan mental lebih terjangkau. Kolaborasi dengan lembaga dan komunitas adalah langkah strategis untuk memaksimalkan dampak positif dari program ini.
Keempat, Pusat krisis hotline 24 jam di tiap kabupaten/kota, terintegrasi dengan layanan rumah sakit dan rumah aman, menunjukkan respons yang cepat dan menyeluruh terhadap keadaan darurat. Sistem rujukan pelayanan kesehatan jiwa yang diperkuat di setiap provinsi melalui peningkatan layanan di rumah sakit menandakan komitmen pada perawatan kesehatan jiwa yang holistik dan terintegrasi.
Misi ini tidak hanya menjadi solusi yang relevan, tetapi juga menjadi landasan yang kuat untuk meningkatkan kesehatan mental masyarakat Indonesia, dan ini patut diapresiasi sebagai langkah proaktif dalam menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.