Sejak dikeluarkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah frasa tentang norma batasan usia minimal calon presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Indonesia telah menjadi saksi dari berbagai kontroversi.

Dalam menghadapi dugaan pelanggaran kode etik yang terkait dengan putusan tersebut, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Prof Jimly Asshiddiqie, memberikan batasan waktu terakhir bagi masyarakat yang ingin melaporkan kasus tersebut pada Rabu (1/11).

Walaupun pelaporan adalah hak setiap warga negara, MKMK merasa perlu menentukan batas waktu untuk pengajuan laporan, menghindari duplikasi dan kelambatan dalam proses hukum.

Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah menjadi perdebatan karena mengubah persyaratan usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Isu terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim MK dalam pengambilan keputusan ini memunculkan keprihatinan di seluruh Masyarakat Indonesia.

Hingga saat ini, telah ada 18 laporan dugaan pelanggaran etik oleh hakim MK, dengan Hakim Ketua MK Anwar Usman menjadi yang paling banyak dilaporkan. Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, mengungkapkan bahwa terdapat enam isu yang muncul dari laporan tersebut dan sembilan terlapor, tetapi perhatian tertuju pada pelanggaran kode etik oleh Anwar Usman.

Dampak Pelanggaran Etik Hakim MK

Dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim MK memiliki potensi dampak yang signifikan terhadap masyarakat Indonesia. Pelanggaran etik oleh para hakim dalam mengambil keputusan yang sangat penting bagi negara dapat merongrong kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Ini juga dapat memunculkan ketidakpercayaan terhadap proses hukum dan keadilan, yang merupakan dasar dari sistem demokrasi.

Pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh hakim MK menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan mungkin terpengaruh oleh faktor-faktor yang tidak seharusnya memengaruhi proses hukum.

Ini merusak citra Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dan sebagai lembaga yang adil dan bebas dari tekanan politik atau kepentingan pribadi.

Rekomendasi

“Untuk menjaga integritas dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi, perlu dilakukan penyelidikan mendalam terhadap dugaan pelanggaran etik yang telah dilaporkan. MKMK harus memastikan bahwa:

Pertama, penyelidikan harus dilakukan oleh tim independen yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan kasus yang sedang diselidiki. Anggota tim harus dipilih berdasarkan integritas, kredibilitas, dan keahlian mereka dalam hukum dan etika.

Kedua, tim penyelidik harus mengumpulkan bukti yang relevan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik. Ini mungkin termasuk dokumen, saksi, catatan percakapan, atau bukti elektronik lainnya yang mendukung penyelidikan.

Ketiga, tim penyelidik harus melakukan analisis hukum dan etika terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik. Mereka harus memeriksa apakah tindakan yang diduga melanggar etika hakim MK atau kode etik yang berlaku.

Keempat, proses penyelidikan harus mencakup pemeriksaan internal terhadap catatan dan tindakan hakim yang bersangkutan, serta pengakuan atau pembelaan yang mungkin diajukan oleh hakim tersebut.

Kelima, hasil penyelidikan yang relevan, tanpa melanggar privasi yang sah, harus dipublikasikan secara transparan. Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk menyelesaikan kasus.

Keenam, jika hasil penyelidikan menunjukkan bahwa hakim MK bersalah dalam pelanggaran etik, tindakan disiplin yang sesuai harus diambil. Ini bisa termasuk sanksi seperti teguran, pemecatan, atau tindakan hukum lainnya yang relevan.

Selain itu, upaya untuk memperbaiki proses seleksi dan pengawasan hakim MK seharusnya dipertimbangkan untuk mencegah terulangnya dugaan pelanggaran etik di masa mendatang.

Kesimpulan

Dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah menimbulkan keprihatinan dalam masyarakat Indonesia. Upaya untuk menjaga integritas dan kredibilitas MK dalam menghadapi situasi ini memerlukan langkah-langkah konkret.

Penyelidikan yang mendalam harus dilakukan oleh tim independen yang bebas dari konflik kepentingan. Pengumpulan bukti, analisis hukum, dan pemeriksaan internal adalah bagian penting dari proses tersebut.

Transparansi dalam publikasi hasil penyelidikan adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik. Keputusan akhir harus mencakup tindakan disiplin yang sesuai jika hakim dinyatakan bersalah.

Selain itu, langkah-langkah perbaikan dalam sistem pengawasan hakim MK dan peningkatan kesadaran etika dapat mencegah pelanggaran etik di masa mendatang.

Penyelidikan ini tidak hanya tentang menjatuhkan hukuman, tetapi juga tentang memulihkan integritas MK dan memastikan bahwa lembaga tersebut dapat menjalankan tugasnya secara adil, transparan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum.

Dengan demikian, integritas dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dan penegak hukum di Indonesia dapat dipertahankan.

Oleh Achmad Nur Hidayat MPP, Pakar Kebijakan Publik UPNVJ & CEO Narasi Institute