RM.id Rakyat Merdeka – Kasus penipuan yang menimpa seorang calon anggota legislatif (caleg) DPRD DKI di Jakarta Barat (Jakbar), jadi cerminan tingginya biaya politik di Indonesia. Bila masalah ini tak dicarikan solusinya, caleg miskin bisa kalah dari caleg kaya.
Hal ini disampaikan pengamat kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyikapi kasus penipuan bermodus bantuan dana kampanye yang menimpa seorang caleg di Jakbar. Kasus ini sedang ditangani Polsek Tambora.
Achmad mengatakan, nasib apes yang menimpa seorang caleg di Jakbar menjadi cerminan tingginya biaya kampanye yang ditanggung para caleg.
“Dalam konteks ini, kekuatan finansial memainkan peran penting untuk memastikan kelancaran kampanye,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (15/11/2023).
Lebih lanjut, dia mengatakan, praktik politik berbiaya tinggi yang terjadi saat ini, mengandung segudang risiko. Selain prilaku koruptif dan politik uang, hal tersebut membuat peluang caleg miskin untuk terpilih semakin kecil.
“Sementara itu, para caleg kaya atau bermodal besar, dapat memenuhi semua kebutuhan kampanye mereka. Selain memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan kampanye, mereka bisa memasang iklan di media massa,” jelas Achmad.
Dalam sebuah kompetisi, sambung dia, pihak penyelenggara harusnya bisa menghadirkan kompetisi yang fair dan adil. Dengan begitu, peluang caleg miskin untuk terpilih, sama besar dengan caleg kaya, atau tanpa ada jurang finansial untuk kampanye.
“Ke depan, perubahan menyeluruh dalam sistem politik, termasuk pengurangan beban biaya kampanye, perlu dilakukan. Jangan sampai, para caleg terus mengalami ketergantungan pada modal atau pembiayaan, sebagai satu-satunya jalan menuju kemenangan,” tegas dia.
Terpisah, Kapolsek Tambora, Kompol Putra Pratama mengatakan, kasus penipuan dengan modus bantuan dana kampanye menimpa seorang caleg Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta berinisial M. Pelaku penipuan berinisial NZ kini sudah ditangkap.
Soal kronologinya, diceritakan Putra, M ditawari pelaku NZ bantuan modal dana kampanye. Pelaku mengklaim mengenal seorang pemodal di Kota Solo yang bisa membantu mengucurkan dana sebesar Rp 40 miliar kepada M untuk kampanye.
Namun, sebelum dibantu, M diminta oleh NZ menyetor uang puluhan juta kepadanya untuk membeli wadah penampung uang berupa koper. Apesnya, setelah menyetorkan puluhan juta kepada NZ untuk membeli koper, M mengaku tidak mendapatkan bantuan modal sepeser pun seperti yang diperjanjikan.
“Atas dasar itu, korban membuat laporan kepada kepolisian. (Dari keterangan awal) NZ mengatakan, masih terdapat banyak caleg lain yang menjadi korban,” ujar Putra.
Sumber: rm.id