“Untuk Erick Thohir, dia menilai tidak cocok berpasangan dengan Anies. Karena keduanya memiliki perbedaan orientasi pembangunan”
JAKARTA | KBA – Guru Besar Ekonomi Politik Prof. Dr. Didin S. Damanhuri menilai Khofifah Indar Parawansa cocok menjadi calon wakil presiden yang akan mendampingi Anies Baswedan pada Pilpres 2024.
Namun karena berkembang informasi bahwa Gubernur Jawa Timur itu terkesan takut bahkan meminta anaknya keluar dari Partai Demokrat dan menghindari segala keterkaitan dengan Anies dan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), dia menilai Ridwan Kamil bisa jadi alternatif.
Menurutnya, sama seperti Anies, Gubernur Jawa Barat ini juga memiliki orientasi pembangunan yang menyeimbangkan pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity) yang dalam istilah dia degrowth.
“Sehingga kalau sampai Khofifah tidak jadi, karena katanya, saya baca dari [tulisan] Tony Rosyid seorang pengamat, dia ketakutan diganggu terus sampai anaknya [diminta] untuk menghindari berdekatan dengan partai-partai yang tiga itu dan sebagainya, yang harus dicari adalah mungkin semacam cawapres yang punya pengalaman dan degrowth itu. Seorang Ridwan Kamil misalnya,” jelasnya.
Berbicara dalam diskusi “Teka-teki Cawapres dan Perannya Membangun Ekonomi Baru” yang digelar Narasi Institute dan ditayangkan di kanal YouTube @Achmad Nur Hidayat, Jumat, 23 Juni 2023, akademisi dari IPB ini menjelaskan Ridwan Kamil juga memiliki perhatian terhadap lingkungan dan sosial budaya. Politikus yang akrab disapa Kang Emil itu misalnya membangun banyak taman kota, mengelola sampah dengan baik, hingga getol dalam menggelar pertunjukan seni dan budaya.
“Cuman cawapres ini kan relatif di tengah kalau tidak salah, [nama Ridwan Kamil] kedua atau ketiga di dalam electability dari survei-survei,” bebernya.
Selain nama Khofifah dan Ridwan Kamil, dia juga mengulas dua tokoh lain yang juga santer disebut potensial sebagai maju cawapres. Yaitu Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Untuk Erick Thohir, dia menilai tidak cocok berpasangan dengan Anies. Karena keduanya memiliki perbedaan orientasi pembangunan.
“Kemudian ada namanya Erick Thohir. Ini saya kira, kalau lihat ke depan yang membutuhkan perubahan orientasi pembangunan yang lebih growth with equity, with happiness index dan lain sebagainya agak kurang ideal menurut saya. Karena dia terlalu korporasi oriented. Track recordnya [di Kementerian] BUMN juga tidak terlalu berhasil, [di] BUMN karya dan sebagainya. Dan banyak sekali kontroversi,” urainya.
Sementara Sandiaga, bagi dia masih memiliki kedekatan dengan visi pembangunan dengan Anies Baswedan. Karena Sandi yang pernah berasangan dengan Anies di DKI Jakarta juga pro UMKM. Meskipun, dia tidak menampik, Sandiaga yang kini bergabung dengan PPP didorong menjadi cawapres Ganjar Pranowo, capres PDIP.
“Saya mungkin melihat yang lain. Memang ada Sandiaga Uno yang katanya akan digadang-gadang cawapres dari Ganjar. Ya itu satu satu manuver politik yang mungkin, jadi itu. Dan sebenarnya orang ini menurut saya juga bisa melengkapi dengan orientasi industri kreatif, UMKM dan sebagainya,” demikian Prof. Dr. Didin S. Damanhuri.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Prof. Didin menilai kinerja Anies Baswedan selama menjadi Gubernur DKI Jakarta sangat baik berdasarkan temuan Badan Pusat Statistik (BPS). DKI dipimpin capres Koalisi Perubahan tersebut unggul hampir di semua indeks pembangunan kecuali Indeks Inovasi Daerah dan tingkat ketimpangan atau rasio gini. Posisi DKI di indeks inovasi secara nasional berada di tengah.
“Ada 11 indeks yang saya evaluasi itu memang leading Anies Baswedan ini. Yang kurang itu memang indeks rasio gini. Di mana rasio gininya itu memang timpang. Terakhir 0,4 malah lebih dari nasional. Karena memang seluruh orang-orang super kaya itu ada di Jakarta. Masalahnya di sana,” bebernya.
Yang menarik lagi bagi dia dalam melihat kinerja Anies Baswedan ini adalah pendekatannya yang menyeimbangkan antara pertumbuhan dengan pemerataan atau growth with equity.
Anies misalnya mencabut larangan sepeda motor melewati Jalan Sudirman-Thamrin. Pembukaan dua jalan protokol bagi kendaraan roda dua tersebut menghidupkan sektor UMKM. Karena banyaknya pesanan yang diantar ke perkantoran di kawasan elite tersebut melaui ojek online. Belum lagi banyak taman dan area pedestrian yang dibangun. Sehingga slogan “Maju Kotanya, Bahagia Warganya” yang digaungkan Anies masa kampanye terbukti.
“Nah, jadi kalau dilihat dari profile kinerja daerahnya, sebenarnya Anies ini terbukti memimpin Jakarta yang seimbang antara pendekatan growth with equity. Bahkan istilah saya dalam buku saya yang terbaru itu degrowth,” ungkapnya.
“Degrowth itu bukan lalu kita mengurangi pertumbuhan. Tapi aspek-aspek kebahagiaan masyarakat lewat taman-taman, aspek olahraga, aspek seni itu banyak sekali dibangun di sana,” demikian Prof. Didin S. Damanhuri.
Sumber: kbanews.com