Warta Ekonomi, Jakarta – Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menyoroti soal kekhawatiran mengenai masuknya “Pegasus” ke Indonesia.

Pegasus merupakan alat canggih yang memiliki kemampuan di antaranya adalah kemampuan infiltasi ke perangkat elektronik berbasis Internet milik target tanpa terdeteksi, setelah masuk, malware Pegasus akan menguasai perangkat dan semua akun media sosial target kemudian pegasus mampu menyedot semua data perangkat dan akun media sosial target dan dapat mengaktivasi kamera dan mikrofon serta GPS target.

Achmad menyebut ada 3 bahaya yang dapat ditimbulkan Pegasus ini yakni kebebasan warga negara, bahaya bagi kehidupan berpolitik dan bahaya bagi kalangan bisnis dan investasi. Terkait kehidupan berpolitik, Achmad menilai harus diwaspadai mengingat Pemilu 2024 sudah ada di depan mata. Menurutnya, akan ada dampak lanjutan jika memang benar Pegasus sudah ada di Indonesia.

“Tahun politik adalah tahun sensitif tidak hanya bagi parpol dan kandidat capres namun juga bagi investor dan proyek mercusuar IKN,” ujar Achmad dalam keterangan resmi yang diterima wartaekonomi.co.id, Jumat (16/6/23).

“Bila keberadaan pegasus disalahgunakan bisa jadi akan menguntungkan si-pemiliknya untuk memperkaya diri atau menggunakan dengan seleranya merusak demokrasi, iklim bisnis dan kebebasan warga negara,” tambahnya.

Investigasi dari Indonesialeaks.com menyebutkan bahwa NSO Group Technologies Israel pernah mengirim pegasus ke entitas bisnis di Indonesia yaitu PT Mandala Wangi Kreasindo melalui bandar udara Soetta pada 15 September 2020.

Pengiriman tersebut berasal dari Q Cyber Technologies (NSO Group) yang dibungkus produk elektronik Dell, mulus masuk ke Indonesia tanpa ada halangan sama sekali.

Achmad menilai jika pegasus tidak digunakan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Polisi dan BIN maka masuknya pegasus ke Indonesia adalah sangat berbahaya bagi semua orang termasuk politisi, aktivis, kritikus dan para entitas bisnis.

Bahkan bila APH mengakui menggunakan pegasus itu pun tidak bisa dinilai aman karena DPR dan Pemerintah belum pernah menyepakati bagaimana aturan main penggunaan alat canggih tersebut.

“Alat ini rentan digunakan untuk kepentingan pribadi, partai tertentu dan kelompok tertentu daripada digunakan untuk kepentingan publik dan kepentingan negara,” jelasnya.

“Kedepan, semua alat canggih seperti pegasus bila benar digunakan oleh Pemerintah ataupun lembaga negara lian, maka perlu pengawasan yang ketat dan SOP yang melibatkan lembaga yudikatif agar hak asasi warga negara tidak dicederai dengan keberadaan alat tersebut,” tambahnya.

Sumber: wartaekonomi.co.id