-“Anies sudah mengatakan mazhab dia itu adalah social market economy,” jelas pengamat dan aktivis pergerakan Dr. Syahganda Nainggolan-

JAKARTA | KBA – Bakal calon presiden Anies Baswedan dinilai paling menguasai bidang ekonomi dan termasuk lebih berpengalaman dibanding dua tokoh lain yang potensial maju pada Pemilihan Presiden 2024 mendatang, yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Latar belakang pendidikan dan kepemimpinannya di Jakarta menjadi bukti.

Demikian disampaikan pengamat dan aktivis pergerakan Dr. Syahganda Nainggolan dalam diskusi Narasi Institute dengan tema “Teka-teki Cawapres dan Perannya Membangun Ekonomi Baru” yang ditayangkan kanal YouTube @Achmad Nur Hidayat, Jumat, 23 Juni 2023.

“Saya melihat bahwa tema ini untuk Anies sebenarnya setengah relevan. Untuk Ganjar dan Prabowo itu sangat relevan. Karena keduanya tidak punya pengalaman ilmu ekonomi. Kalau Anies sih sampai masternya masih ekonomi di Maryland University (Amerika Serikat) walaupun dikaitkan dengan international security. S1-nya ekonomi (UGM). Kemudian dia punya pengalaman di Jakarta lima tahun,” jelasnya.

Karena itu, Syahganda menambahkan, Anies Baswedan sangat paham tentang narasi besar, mazhab atau aliran dalam ilmu ekonomi. Bahkan, sambungnya, doktor jebolan Northern Illinois University AS itu sudah menegaskan apa mazhab ekonominya: social market economy.

Yaitu aliran yang menggabungkan sistem ekonomi kapitalis dengan kebijakan sosial sebagai koreksi atas pure market economy yang lebih mengedepankan persaingan pasar dan mengenyampingkan kesejahteraan warga.

Di Indonesia, jelas Syahganda, pendekatan social market economy ini dikenalkan pertama kali oleh ekonom Prof. Didik J. Rachbini lewat penerjemahan buku-buku terkait tema tersebut dari Jerman, negara yang pertama kali menerapkannya.

“Anies sudah mengatakan mazhab dia itu adalah social market economy. Jadi Anies sebenarnya masuk pada tema ini dalam pidato dia. Kedua, Anies, pada tahun 2018 di TIM dalam pertemuan dengan aktivis-aktivis Indonesia angkatan 80-90-an, juga mengatakan bahwa dia tidak akan mengikuti mazhab Sri Mulyani neoliberal. Artinya Anies sudah masuk pada tema-tema besar itu,” paparnya.

Tak hanya sekadar paham dan mengaku-aku, Anies juga telah menerapkan pendekatan social market economy tersebut selama memimpin Jakarta, walaupun untuk Indonesia skalanya masih kecil.

“Tapi untuk ukuran [negara] New Zealand, [Jakarta] ini sudah dua kali New Zealand. Untuk ukuran Norwegia, Jakarta ini sudah dua kali Norwegia misalnya dari segi penduduknya, yang 10 juta. Apalagi misalkan Jakarta dan sekitarnya dimasukkan, bisa 15-20 juta penduduk yang terdampak pada kebijakan Anies Baswedan di Jakarta,” beber doktor jebolan Universitas Indonesia yang menulis disertasi “Analisa Pengaruh Jaminan Upah Layak, Jaminan Sosial dan Solidaritas Sosial Terhadap Kesejahteraan Buruh” ini.

Sementara bagi Prabowo dan Ganjar, lanjutnya, tema tersebut relevan. Karena kedua figur itu bukan berlatar belakang ekonomi. Prabowo berkarier di militer sementara Ganjar S1 Fakultas Hukum UGM dan S2 Ilmi Politik UI. Sehingga keduanya butuh cawapres yang paham tentang ekonomi.

“Nah, kalau Prabowo tentu dia butuh. Karena Prabowo punya buku juga tentang ekonomi kerakyatan yang bahkan di 2019 buku itu digadang-gadang oleh dia. Kalau Ganjar belum, maka mungkin dia butuh yang ngerti ekonomi atau ekonom,” demikian Syahganda Nainggolan.

Dalam forum yang sama, Guru Besar Ekonomi Politik Prof. Dr. Didin S. Damanhuri juga melihat bahwa Anies selama memimpin Jakarta menambil kebijakan yang menyeimbangkan antara pertumbuhan dan pemerataan atau growth with equity.

Anies misalnya mencabut larangan sepeda motor melewati Jalan Sudirman-Thamrin. Pembukaan dua jalan protokol bagi kendaraan roda dua tersebut menghidupkan sektor UMKM. Karena banyaknya pesanan yang diantar ke perkantoran elite tersebut melaui ojek online. Belum lagi banyak taman dan area pedestrian yang dibangun. Sehingga slogan “Maju Kotanya, Bahagia Warganya” yang digaungkan Anies masa kampanye terbukti.

“Nah, jadi kalau dilihat dari profile kinerja daerahnya, sebenarnya Anies ini terbukti memimpin Jakarta yang seimbang antara pendekatan growth with equity. Bahkan istilah saya dalam buku saya yang terbaru itu degrowth,” ungkapnya.

“Degrowth itu bukan lalu kita mengurangi pertumbuhan. Tapi aspek-aspek kebahagiaan masyarakat lewat taman-taman, aspek olahraga, aspek seni itu banyak sekali dibangun di sana,” demikian Prof. Didin S. Damanhuri.

Sumber: kbanews.com