Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mempertanyakan subsidi pembelian motor listrik Rp7 juta per unit yang terbukti gagal pada 2024. Tim ekononomi di Kabinet Merah Putih (KMP) seharusnya melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini.

“Dalam beberapa bulan terakhir, fenomena penumpukan motor listrik di diler-diler, janganlah diabaikan. Akar masalah paling mendasar dan tak bisa dipungkiri adalah daya beli masyarakat yang terus menurun,” ungkap Achmad Nur, Jakarta, selasa (11/2/2025).  

Pemerintah, kata dia, menggelontorkan subsidi Rp7 juta untuk mendorong penggunaan motor listrik. Tahun lalu, target penjualan sebanyak 600 ribu unit. Namun, kenyataannya hanya sekitar 60 ribu unit yang terjual. Jauh dari harapan.

“Ini menunjukkan subsidi yang diberikan, tidak terlalu efektif dalam mendorong daya beli masyarakat, yang masih terbebani harga awal yang dianggap tinggi, serta kekhawatiran akan biaya operasional jangka panjang,” bebernya.

Suka atau tidak, lanjut Achmad Nur, pemerintah saat ini, harus akui masih ada masalah terkait  daya beli. Di mana, inflasi masih fluktuatif, kenaikan harga kebutuhan pokok, hingga ketidakpastian ekonomi pasca-pandemi, membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam berbelanja.

“Alih-alih membeli kendaraan listrik baru, masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan pokok dan menghemat pengeluaran mereka,” ungkapnya.

Alhasil, kata Achmad Nur, permintaan terhadap motor listrik malah mengalami penurunan yang signifikan. Buktinya ya itu tadi, motor listrik menumpuk di sejumlah diler.

Selanjutnya, Achmad Nur mengusulkan inovasi kebijakan yakni program tukar tambah motor konvensional enggan motor listrik. Skema tukar tambah motor bensin dengan listrik ini, diniai bisa menjadi solusi menarik bagi masyarakat yang ingin beralih ke kendaraan listrik tetapi kantongnya cekak.

“Dengan cara ini, masyarakat dapat membeli motor listrik dengan harga lebih rendah tanpa harus menjual kendaraan lamanya secara terpisah,” ungkapnya.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli), Budi Setyadi mengatakan, masyarakat menghentikan pembelian motor listrik, karena menunggu kepastian subsidi. “Intinya, masyarakat stop buying, menunggu kepastian insentif subsidi,” kata Budi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (3/2/2025).

Saat ini, kata Budi, masyarakat masih mengandalkan pembelian motor listrik berdasarkan subsidi dari pemerintah. Karena sesungguhnya daya beli masyarakat masih menurun.

Pihak Aismoli dan pemerintah telah menggelar rapat untuk membahas keberlanjutan insentif motor listrik. Rapat dilakukan di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta. Hingga rapat berakhir belum ada keputusan. Alasannya berbarengan dengan revisi Perpres Nomor 55 Tahun 2019 soal Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).

Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kemenko Perekonomian, Rudy Salahuddin mengatakan, subsidi Rp7 juta, masih akan dilanjutkan. Namun masih menunggu peraturan menteri keuangan (PMK) terkait kuota penerima dan pemberlakuannya.

“Kan kita masih pakai yang Rp7 juta itu, yang roda dua. Jadi kita harapkan nanti kalau misalnya pun ada aturan yang baru PMK itu, masih tetap mengacu kepada Perpres,” sebut Rudy.

Sumber: inilah.com