Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Achmad Nur Hidayat (ANH) mencermati kemungkinan adanya investor besar dalam kasus pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di kawasan proyek PIK 2 pesisir Kabupaten Tangerang dan 8 kilometer di Bekasi. 

“Dugaan keterlibatan investor besar semakin menguat ketika melihat skala dan metode pembangunan pagar ini,” kata ANH dalam keteranganya kepada Inilah.com di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

ANH menegaskan, biaya untuk membangun pagar sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang dan 8 kilometer di Bekasi tidak mungkin berasal dari dana swadaya masyarakat.

“Investasi semacam ini biasanya memiliki tujuan jangka panjang yang menguntungkan pihak tertentu,” terangnya.

Ia pun menekankan, penting untuk mengusut apakah proyek ini berkaitan dengan jejaring bisnis besar seperti PIK dan Agung Sedayu Group, yang memiliki kepentingan dalam pengembangan kawasan pesisir.

“Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 adalah salah satu pengembangan besar yang mencakup reklamasi dan pembangunan infrastruktur di kawasan pesisir,” ujar ANH.

Meski pihak PIK 2 telah membantah keterlibatan mereka, dia menegaskan, penyelidikan lebih mendalam perlu dilakukan untuk memastikan kebenaran.

Pemagaran Laut yang Sistematis dan Serentak

ANH lebih jauh menilai pemagaran laut di Tangerang dan Bekasi terjadi secara sistematis dan hampir bersamaan. Hal ini menunjukkan adanya koordinasi yang baik, kekuatan modal besar, dan dukungan politik yang kuat.

“Jika hanya melibatkan masyarakat lokal, mustahil pembangunan ini dapat berjalan dengan skala dan kecepatan seperti sekarang,” tegasnya menerangkan.

Menurutnya, keberadaan pagar serupa di dua lokasi berbeda juga mengindikasikan adanya modus operandi yang dirancang untuk kepentingan tertentu. Fakta bahwa pagar di Bekasi luput dari pantauan KKP semakin menegaskan lemahnya pengawasan pemerintah.

Pembangunan pagar laut ini dilakukan dengan cara memancang ribuan batang bambu secara rapi di pesisir pantai. Bambu-bambu ini kemudian dilengkapi dengan anyaman bambu, paranet, dan pemberat berupa karung pasir.

Di Tangerang, pembangunan pagar membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji, melintasi 16 desa di enam kecamatan. Di Bekasi, pagar serupa ditemukan di dua titik wilayah Tarumajaya dengan total panjang 8 kilometer.

Proses pemasangan dilakukan dengan menggunakan kapal kecil yang mengangkut bambu dan bahan lainnya, lalu pekerja memasang struktur secara manual. Hal ini dilakukan dalam waktu singkat, menunjukkan efisiensi dan skala pengerjaan yang terorganisir.

Ormas tak Mungkin Punya Kapasitas Pagari Laut

Nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim pagar ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat sebagai upaya mitigasi tsunami dan abrasi.

Namun, ANH menekankan, klaim tersebut perlu dipertanyakan. “Pembangunan struktur bambu sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang dan 8 kilometer di Bekasi membutuhkan biaya besar, tenaga kerja terorganisir, serta logistik yang tidak mungkin dikelola oleh ormas kecil,” kata ANH.

Ia menjelaskan struktur pagar yang terdiri dari cerucuk bambu, anyaman bambu, dan pemberat berupa karung pasir mengindikasikan adanya perencanaan teknis yang matang dan pendanaan besar.

Fakta bahwa pagar laut di dua lokasi berbeda memiliki desain serupa semakin memperkuat dugaan adanya aktor besar di balik pembangunan ini.

“Tidak logis jika ormas dengan sumber daya terbatas mampu melakukan operasi skala besar secara simultan,” tegasnya.

Sumber: inilah.com