Politikus Partai Gerindra dan PDI Perjuangan belakangan saling tuding sebagai inisiator kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang ramai ditolak keras oleh masyarakat. Di tengah ributnya saling tuding antara politisi di DPR, ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menekankan pentingnya menolak kenaikan PPN menyusul munculnya petisi daring bertajuk “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” yang berhasil mengumpulkan lebih dari 100 ribu tanda tangan dalam waktu singkat.
“Petisi itu mencerminkan keresahan yang meluas. Banyak pihak merasa kebijakan (kenaikan PPN) ini tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini,” kata Achmad dalam keterangannya yang diterima Inilah.com dikutip di Jakarta, Senin (23/12/2024).
Ia mengamati banyak warga merasa pemerintah cenderung memilih jalan yang “mudah” untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat. Respons terhadap petisi ini dapat menjadi ujian bagi pemerintah untuk menunjukkan kepekaan terhadap aspirasi masyarakat. “Sebagai pemerintah yang demokratis, mendengarkan suara rakyat adalah bagian integral dari tata kelola yang baik,” tegas Achmad.
Menurutnya, kegagalan merespons secara tepat dapat menimbulkan erosi kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ada beberapa opsi lain daripada menaikan PPN menjadi 12 persen, hanya saja opsi ini membutuhkan kerja ekstra dari para pengambil kebijakan (policy makers) dan ketekunan ekstra.
Achmad menyebutkan kerja dan ketekunan ekstra yang harus ditempuh para pembuat kebijakan itu mencakup enam hal, yakni optimalisasi pajak digital, reformasi pajak penghasilan (PPh) untuk golongan atas, perbaikan tata kelola pemungutan PPN, evaluasi paket bebas pajak untuk investasi pertambangan dan hilirisasi, efisiensi belanja negara, dan pengembangan ekonomi hijau.
“Petisi yang menolak kenaikan PPN adalah suara rakyat yang perlu didengarkan. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk merespons dengan kebijakan yang lebih bijak dan kreatif,” tambah Achmad menegaskan.
Ia menilai menunda kenaikan PPN dan mengeksplorasi alternatif lain yang lebih inovatif adalah langkah yang diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat kepercayaan publik.
Menurutnya, kebijakan fiskal yang baik adalah kebijakan yang tidak hanya menghasilkan penerimaan negara, tetapi juga mendukung kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan ekonomi.
“Dengan mendengarkan aspirasi masyarakat dan bertindak berdasarkan data serta analisis yang komprehensif, pemerintah dapat membuktikan bahwa mereka benar-benar bekerja untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia,” tutur Achmad.
Sumber: inilah.com