Bloomberg Technoz, Jakarta – Mulai dari Inggris hingga Malaysia mulai sadar butuh ada peraturan yang lebih ketat terkait operasional platform di media sosial dengan alasan risiko kejahatan di dunia digital. Keputusan lebih tegas bahkan dikeluarkan Perdana Menteri Albania Edi Rama kepada TikTok, yaitu blokir selama satu tahun.

Pekan lalu pemerintahan lokal Malaysia sudah membidik delapan medsos yang harus mendapat lisensi mulai 2025; WhatsApp, Facebook,Instagram, X, YouTube, Telegram, WeChat, serta TikTok.

Jika tidak taat aturan, Malaysia akan melakukan upaya hukum terang Menteri Komunikasi Fahmi Fadzil dilaporkan New Straits Times, dikutip Senin (23/12/2024).

Malaysia bermaksud menekan kejahatan yang marak di ranah digital. Selain penipuan dan judi, juga cyber bullying dan kejahatan seksual pada anak, seperti catatan yang dikemukakan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia.

Platform yang telah disebut di atas memiliki delapan juta pengguna di Malaysia dengan keuntungan secara finansial sekitar Rp8,9 miliar hanya untuk Meta Platforms, pemilik WhatsApp, Facebook,Instagram, jelas Fahmi.

Pemerintahan Albania bahkan menghukum TikTok berupa penghentian akses, merespons aksi protes masif di seluruh wilayah mereka.

Pemicunya  pelaku pembunuhan berusia anak-anak mengunggah foto dirinya memegang pisau, juga bekas luka pasca tindakan kriminal tersebut. Korban adalah teman sekolahnya sendiri berusia 14 tahun.

Tragedi ini memunculkan kekhawatiran atas dampak negatif media sosial pada generasi muda, termasuk konten yang mempromosikan kekerasan. Larangan TikTok di Albania menambah panjang potensi platform milik ByteDance ini diblokir. 

Di Amerika Serikat, TikTok terus melobi upaya pemblokiran sebagaimana amanat UU di era Presiden Joe Biden ke kecuali aplikasi tersebut dijual kepada perusahaan AS. Tiga alasan AS bermaksud meniadakan TikTok; privasi, keamanan, dan pengaruh konten digital.

Pemerintah Inggris juga khawatir atas dampak medsos dengan memperkenalkan “protokol tanggap krisis untuk peristiwa darurat,” kata regulator Inggris, Ofcom, merespons demobrutal setelah penikaman terhadap tiga gadis di Southport, juga rumor pelaku pencari suaka, yang ternyata hoax.

Agensi ini juga merilis pedoman pertamanya untuk Online Safety Act, sebuah undang-undang yang disahkan pada tahun 2023 guna mengatur materi ilegal di platform internet. Perdana Menteri Keir Starmer mengimbau perusahaan-perusahaan media sosial untuk menghentikan apa yang ia sebut sebagai “kekacauan yang jelas-jelas disebarkan secara online.” 

Australia belum lama membuat undang-udangan yang isinya melarang anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial.  Aturan yang disahkan akhir November menetapkan beberapa pembatasan penggunaan internet paling ketat di luar China dan rezim non-demokratis lainnya dan dapat memberikan dorongan bagi pemerintah lain untuk bertindak.

Platform yang melanggar siap diberikan sanksi denda hingga A$50 juta (US$32 juta). Aturan di Australia ini juga mengancam akan mengubah model bisnis beberapa perusahaan paling berharga di dunia karena mereka menghadapi reaksi global terhadap masalah yang disebabkan oleh layanan mereka, seperti meningkatnya masalah kesehatan mental, penipuan daring, kinerja akademis yang lebih rendah, dan perilaku tidak etis.

Beberapa negara lain juga membahas potensi menaikkan batas usia dalam aktivitas medsos karena sisi gelap ekosistem ini bisa menimbulkan korban jiwa. Meski begitu, platform medsos kerap berargumentasi soal pembatasan inovasi setiap negara mendorong pengaturan yang lebih ketat di ruang-ruang digital.

Contoh dalam kasus Australia, Meta mengatakan aturan tersebut tidak efektif atau cacat, sementara X, yang dimiliki oleh penganut kebebasan berbicara absolut Elon Musk.

Pemerintahan baru Indonesia juga akan membatasi anak-anak bermain medsos, bagian dari program dua Kementerian, Komdigi dan PPPA, dengan mendorong aktivitas fisik melalui permainan tradisional.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta  Achmad Nur Hidayat menilai langkah pembatasan usia pengguna media sosial terlebih kepada anak-anak, sebenarnya sudah cukup terlambat.

Sumber: bloombergtechnoz.com