JAKARTA, investor.id – Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan membebani kelas menengah hingga pekerja dengan pendapatan setara Upah Minimum Regional (UMR).
“Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk memperbaiki penerimaan negara, justru berpotensi menciptakan dampak negatif yang luas bagi perekonomian. Kelas menengah dan pekerja dengan pendapatan setara UMR adalah kelompok yang paling terdampak,” ungkap Achmad, dikutip dari keterangan resmi, Minggu (17/11/2024).
Dia menilai, kenaikan tarif PPN sebesar 1% ini akan mengerek hampir semua harga barang dan jasa di semua sektor, termasuk harga kebutuhan pokok. Dalam situasi ini, daya beli masyarakat pekerja dengan gaji UMR akan tergerus. Mereka terpaksa menahan belanja dan mengurangi konsumsi untuk berhemat.
“Peningkatan biaya hidup akan semakin terasa berat karena pendapatan kelas menengah tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dalam banyak kasus, gaji UMR bahkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar,” tulisnya.
Menurut Achmad, beban dari kenaikan PPN ini akan menciptakan tekanan psikologis dan ekonomi yang besar bagi masyarakat.
Secara terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti juga menyampaikan hal senada. Menurutnya, kenaikan PPN menjadi 12% ini akan memberi efek domino bagi perekonomian.
Harga kebutuhan meningkat, inflasi terkerek naik, daya beli masyarakat melemah seiring penurunan pendapatan, hingga gelombang PHK karena penurunan permintaan masyarakat.
“Dampak kenaikan PPN menjadi 12% ini antara lain ada kenaikan inflasi. Jadi peningkatan PPN 1% itu berpotensi mendorong inflasi pada tahun 2025 nanti. Ketika tahun 2022, PPN itu 10%, kemudian meningkat jadi 11%, itu mendorong kenaikan inflasi 0,95%. Sehingga saya berpendapat nanti kenaikan menjadi 12% itu juga akan mendorong inflasi,” katanya.
Kemudian, akibat tingginya inflasi yang berdampak pada penurunan pendapatan real masyarakat, daya beli masyarakat akan menurun karena masyarakat cenderung akan menahan belanja.
“Sehingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak dominantly didorong oleh konsumsi rumah tangga juga akan relatif melambat karena ada kenaikan PPN menjadi 12% ini,” tambahnya.
Apabila konsumsi rumah tangga menurun, permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksi oleh setiap perusahaan juga akan menurun. Akibatnya, angka pengangguran di Indonesia berpotensi akan bertambah karena perusahaan tidak mampu bertahan.
“Perusahaan yang memproduksi barang itu juga demand-nya akan turun. Sehingga karena ada penurunan demand dari masyarakat, mereka akan mengurangi produksinya dan kemungkinan akan melakukan layoff tenaga kerjanya atau efisiensi dalam bentuk yang lain,” jelas Esther.
Sumber: investor.id