STRATEGINEWS.id, Jakarta – Langkah Kementerian Komunikasi dan Digital atau Kemenkomdigi mempertimbangkan penerapan pembatasan usia pengguna media sosial terlebih kepada anak-anak, sebenarnya sudah cukup terlambat.
Pandangan tersebut disampaikan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, sebagaimana dikutip strateginews.id dari bloombergtechnoz.com.
Menurut Achmad, selama ini pemerintah hanya cenderung fokus pada isu teknis, seperti pengawasan operasional platform, dan mengabaikan dampak negatif terhadap kesehatan mental anak-anak.
“Namun, meningkatnya bukti dampak negatif pada kesehatan mental dan moral generasi muda memaksa pemerintah untuk bertindak,” kata Achmad dikutip dari Bloomberg Technoz, dikutip Rabu (20/11/2024).
Meski terlambat, Achmad percaya bahwa langkah ini bisa menjadi momentum penting untuk memperbaiki ekosistem digital Indonesia. Pasalnya, medsos telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Achmad menambahkan bahwa bagi anak-anak dan remaja platform seperti TikTok, X (sebelumnya Twitter), dan Instagram, semakin dianggap sebagai ancaman serius dibandingkan sumber manfaat.
“Konten berbahaya yang disalurkan oleh algoritma media sosial, seperti pornografi, kekerasan, dan tren yang merusak, semakin mengkhawatirkan pemerintah di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Tanpa regulasi yang jelas, generasi muda Indonesia berisiko kehilangan kendali atas perkembangan mereka sendiri, terjebak dalam jeratan konten yang merusak moral dan psikologis mereka,” jelasnya.
Dampak Negatif Algoritma Medsos
Terkait dengan algoritma medsos, Achmad memaparkan, sering kali tidak hanya mengabaikan batas usia, tetapi secara aktif menyarankan konten berbahaya.
Ia juga menyoroti tren tantangan viral yang mendorong anak-anak melakukan tindakan berbahaya demi mendapatkan perhatian di media sosial.
Contoh adalah tantangan memakan deterjen atau melompat dari ketinggian, yang pernah viral di beberapa negara.
“Algoritma ini, yang dirancang untuk mempertahankan keterlibatan pengguna, sering kali mengabaikan dampaknya pada anak-anak. Ketergantungan pemerintah pada platform asing tanpa regulasi ketat sebelumnya menjadi alasan mengapa kebijakan ini baru muncul sekarang.”
Oleh sebab itu, ia menekankan ketergantungan pada media sosial dapat mengganggu hubungan sosial anak-anak, di mana mereka lebih tertarik pada dunia maya dibandingkan interaksi langsung.
“Fenomena ini menunjukkan bagaimana algoritma media sosial dapat memperkuat perilaku merugikan jika tidak diawasi dengan baik,” jelasnya.
“Ketergantungan pada media sosial sering kali menyebabkan masalah konsentrasi, sehingga mengganggu kemampuan belajar mereka di sekolah. Jika tidak segera diatasi, generasi muda akan tumbuh dengan nilai-nilai yang salah dan kemampuan sosial yang terdistorsi.”
Sebagai catatan, dalam State of Mobile 2024, warga Indonesia diketahui menjadi pengguna yang paling lama menghabiskan waktu dengan perangkat mobile seperti HP smartphone atau tablet pada 2023, yaitu 6,05 jam setiap hari, mengutip dari rilis BKKBN,
Selain itu, penduduk Indonesia adalah satu-satunya masyarakat yang menghabiskan waktu menatap layar gagdet lebih dari 6 jam/hari.
Pada peringkat kedua Thailand, berdasarkan hasil survey mayoritas penduduknya menghabiskan 5,64 jam/hari untuk menatap layar gadget.
Posisi ketiga ada Argentina dengan mayoritas pengguna gadget di negaranya menghabskan 5,33 jam/hari untuk menatap layar gadget.
Sumber: strateginews.id