Bloomberg Technoz, Jakarta – Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menegaskan, perlu ada kebijakan tambahan berupa penerapan pajak khusus untuk platform media sosial atau medsos yang gagal melindungi anak-anak dari konten berbahaya.
Menurutnya, hal ini tak terlepas dari algoritma medsos yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan pengguna, dan sering kali menjadi sumber masalah. Melalui algoritma, platform secara aktif menyarankan konten yang tidak sesuai usia, seperti pornografi, kekerasan, dan tren berbahaya.
“Pajak ini bertujuan untuk memberikan insentif negatif bagi platform agar memperbaiki sistem mereka, sekaligus menyediakan dana untuk mendukung program perlindungan anak, seperti literasi digital dan infrastruktur pengawasan,” kata Achmad kepada Bloomberg Technoz Rabu (20/11/2024).
“Penerapan pajak ini tidak hanya relevan untuk memitigasi kerugian sosial tetapi juga untuk menciptakan tanggung jawab moral pada perusahaan teknologi. Pemerintah dapat melakukan audit transparan terhadap algoritma platform dan kebijakan konten mereka,” sambungnya.
Lebih lanjut, Achmad menjelaskan, kepada platform media sosial yang terbukti melanggar regulasi perlindungan anak pengenaan pajaknya wajib disesuaikan tingkat dengan dampak negatifnya.
“Pajak tersebut dapat dialokasikan untuk pengembangan program perlindungan anak, termasuk pendanaan untuk pendidikan literasi digital di sekolah-sekolah. Selain itu, pajak ini dapat digunakan untuk mendukung lembaga pengawasan independen yang bertugas memantau aktivitas media sosial,” terangnya.
Pembatasan usia dan standar pengawasan
Achmad selanjutnya menyoroti perlunya pembatasan usia pengguna media sosial dengan standar internasional, seperti batas usia minimum 13 tahun. Verifikasi usia dapat dilakukan melalui kartu identitas digital atau kerja sama dengan penyedia layanan internet.
Platform juga disarankan untuk menyediakan versi khusus untuk anak-anak dengan konten yang aman dan terawasi. Pemerintah, menurut Achmad, perlu menerapkan hukuman tegas bagi platform yang melanggar, termasuk denda atau pembatasan operasional.
“Pengawasan dari pemerintah dan kerja sama dengan platform harus berjalan secara transparan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi, namun, tanggung jawab juga harus dibagi dengan orang tua dan sekolah,” terang dia.
“Literasi digital harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan untuk memberikan pemahaman mendalam kepada anak-anak tentang risiko yang mereka hadapi di dunia maya.”
Cara Negara Lain Kontrol Medsos
Australia sebagai salah satu contoh negara yang berhasil menerapkan regulasi ketat terhadap media sosial, termasuk denda besar bagi pelanggaran privasi anak. Dimana, Indonesia dapat mengadopsi langkah serupa dengan penyesuaian lokal, seperti memperhatikan infrastruktur digital yang belum merata dan keragaman budaya.
“Regulasi yang diadopsi harus fleksibel namun tegas, memastikan bahwa kebijakan dapat diterapkan secara merata di berbagai wilayah. Selain itu, kerja sama regional di tingkat ASEAN dapat menjadi platform untuk berbagi pengalaman dan membangun standar bersama,” tutur dia.
Sehingga, dengan serangkaian upaya seperti pembatasan usia, pengawasan algoritma, dan pajak khusus, bukan hanya melindungi anak-anak dari dampak buruk media sosial, tetapi juga membangun ekosistem digital yang lebih sehat.
“Dengan regulasi yang tepat, Indonesia dapat memastikan bahwa teknologi menjadi alat untuk mendukung perkembangan generasi muda, bukan merusak masa depan mereka,” Achmad menyebut.
“Pendekatan holistik ini adalah langkah strategis yang tidak hanya memberikan perlindungan tetapi juga menempatkan Indonesia sebagai pemimpin dalam melindungi hak anak di era digital.”
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sepakat untuk memperkuat upaya pembatasan penggunaan media sosial (medsos) oleh anak-anak.
Langkah ini juga turut menjadi bagian dari diskusi kedua kementerian untuk membahas strategi melindungi perempuan dan anak dari dampak negatif dunia digital.
“Kita tahu bahwa medsos sekarang ini bukan hanya berbahaya secara umum, tapi khususnya untuk perempuan dan anak-anak,” kata Menteri PPPA Arifah Fauzi usai pertemuannya dengan Menteri Kemenkomdigi Meutya Hafid di KaAntor Komdigi, Jakarta, Senin (18/10/2024).
Sumber: bloombergtechnoz.com