Oleh Achmad Nur Hidayat,MPP. (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan pilar demokrasi yang memberikan warga negara hak untuk menentukan arah dan masa depan negaranya. Kepercayaan publik terhadap proses pemilu adalah fondasi yang menentukan legitimasi pemerintahan yang terpilih.

Namun, insiden pengiriman surat suara lebih awal oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Taipei dan respons Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap insiden tersebut telah menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas dan efektivitas pengelolaan pemilu di Indonesia, semakin menambah keraguan publik terhadap netralitas dan integritas KPU.

Kepercayaan publik terhadap KPU semakin merosot seiring dengan berbagai insiden yang menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan lembaga ini dalam mengelola pemilu yang adil dan transparan.

Ketika surat suara dikirim lebih awal dari jadwal yang ditetapkan, ini bukan hanya soal kesalahan administratif; ini adalah soal kepercayaan publik terhadap sistem pemilu. Pelanggaran terhadap jadwal yang telah ditetapkan menimbulkan keraguan tentang kemampuan KPU dalam menjaga integritas pemilu.

Kepatuhan terhadap regulasi dan standar prosesual adalah kunci dalam menjaga integritas pemilu. Setiap pelanggaran, baik disengaja maupun tidak, harus ditangani dengan tindakan yang tegas dan transparan. KPU harus memastikan bahwa semua prosedur diikuti secara ketat dan bahwa setiap pelanggaran ditangani dengan serius untuk menjaga kepercayaan publik.

Namun, jika kepercayaan ini terus terkikis dan jika terjadi kecurangan dalam pemilu 2024 akibat tidak netralnya KPU atau upaya-upaya lain yang dilakukan oleh perangkat negara untuk memenangkan salah satu pasangan calon, konsekuensinya akan jauh lebih serius.

Ini bisa memunculkan perlawanan dari masyarakat, yang dikenal sebagai ‘people unrest’, di mana ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap sistem dapat memicu protes dan gerakan massa. Dalam skenario seperti ini, pemimpin terpilih akan kehilangan legitimasi publik, mengikis fondasi demokrasi itu sendiri.

Transparansi dan akuntabilitas adalah dua pilar penting dalam membangun kepercayaan publik. KPU harus proaktif dalam mengkomunikasikan setiap masalah yang muncul dan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasinya.

Respons yang cepat dan terbuka terhadap kesalahan atau kekeliruan akan memperkuat kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen KPU terhadap pemilu yang adil dan jujur.

Koordinasi dan komunikasi yang efektif antara KPU dan PPLN juga sangat penting. Insiden ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk koordinasi dan komunikasi yang lebih baik.

KPU harus memastikan bahwa semua PPLN memahami dan mengikuti regulasi yang sama dan bahwa ada mekanisme komunikasi yang efektif untuk mencegah kesalahan serupa di masa depan.

Selain itu, KPU harus memiliki mekanisme untuk mengantisipasi dan merespons cepat terhadap potensi masalah dan kecurangan. Sistem peringatan dini dan respons cepat sangat diperlukan untuk meminimalisir dampak dari setiap masalah yang muncul. KPU harus mampu mengidentifikasi potensi masalah dan bertindak cepat untuk mengatasinya.

Penguatan kapasitas dan supervisi yang efektif juga sangat penting. KPU harus memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam proses pemilu, termasuk PPLN, memiliki pemahaman yang kuat tentang tugas dan tanggung jawab mereka serta dilengkapi dengan sumber daya yang memadai untuk melaksanakan tugas tersebut dengan baik.

Dan jika terjadi kecurangan ini justru dilakukan oleh oknum KPU sendiri maka harus diingat bahwa saat ini publik semakin cerdas dan teknologi semakin canggih, memungkinkan deteksi kecurangan-kecurangan yang terjadi dengan lebih cepat dan akurat.

Masyarakat kini memiliki akses ke informasi yang lebih luas dan tools analisis data yang lebih canggih, yang memungkinkan mereka untuk mengawasi dan mengevaluasi proses pemilu dengan lebih kritis. Ini menambah tekanan kepada KPU untuk menjalankan tugasnya dengan lebih transparan dan akuntabel.

Akhirnya, membangun kepercayaan publik adalah tugas yang paling penting dan paling sulit. KPU harus secara aktif bekerja untuk membangun dan memelihara kepercayaan ini melalui integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam semua aspek pemilu. Setiap insiden yang mengurangi kepercayaan ini harus ditangani dengan serius dan cepat.

Dalam menghadapi tantangan ini, KPU harus mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki kelemahan yang ada, meningkatkan koordinasi dan komunikasi, dan terus berupaya meningkatkan standar pemilu di Indonesia. Reformasi ini tidak hanya akan memperkuat proses pemilu tetapi juga memperkuat demokrasi Indonesia secara keseluruhan.

Pemilu yang adil, transparan, dan akuntabel adalah hak setiap warga negara. KPU, sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan pemilu, harus memastikan bahwa hak ini dihormati dan dilindungi. Ini bukan hanya tentang memilih pemimpin; ini tentang memastikan bahwa setiap suara dihitung dan setiap suara dihargai. Ini adalah tentang membangun Indonesia yang lebih baik, lebih adil, dan lebih demokratis untuk semua.

Dengan mengambil pelajaran dari insiden ini dan berkomitmen untuk melakukan reformasi yang diperlukan, KPU dapat memperkuat sistem pemilu dan membangun kepercayaan publik.

Ini adalah tanggung jawab yang besar, tetapi juga merupakan kesempatan untuk menunjukkan komitmen terhadap demokrasi dan keadilan. Saatnya bagi KPU untuk bangkit dan memenuhi tanggung jawab ini. Saatnya bagi Indonesia untuk melangkah maju menuju pemilu yang lebih baik.