Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP. (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)

Dukungan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) kepada pasangan capres dan cawapres Prabowo-Gibran telah menimbulkan gelombang diskusi dan kontroversi di tengah masyarakat.

Pada satu sisi, dukungan ini menunjukkan kepercayaan APDESI terhadap pasangan ini dalam memajukan desa pada tahun 2024. Namun, di sisi lain, ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai netralitas perangkat desa yang diatur dalam Undang-Undang.

Netralitas Perangkat Desa: Antara Harapan dan Kenyataan

Ketentuan netralitas kepala desa, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, adalah prinsip fundamental dalam menjaga keseimbangan politik di tingkat lokal.

Dukungan APDESI kepada Prabowo-Gibran, meskipun tidak dideklarasikan secara resmi, menimbulkan kekhawatiran tentang pengaruh politik dalam administrasi desa.

Pernyataan Koordinator Nasional APDESI, Muhammad Asri Annas, yang menyatakan bahwa dukungan tersebut lebih pada mencari pemimpin yang peduli pada perangkat desa, tidak sepenuhnya menghapus keraguan tentang netralitas politik.

Acara Tahunan atau Mobilisasi Politik?

Annas menekankan bahwa acara dukungan tersebut merupakan bagian dari acara tahunan APDESI dan bukan mobilisasi politik.

Namun, kehadiran tokoh-tokoh partai dan Gibran Rakabuming Raka, serta fokus pada pasangan Prabowo-Gibran, menunjukkan adanya unsur politis yang tidak bisa diabaikan. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah acara tahunan ini telah berubah menjadi platform politik?

Kualitas Gagasan dan Logika Publik

Sebelumnya Anies dan Prabowo sama-sama diundang oleh APDESI dan diberikan kesempatan untuk berbicara. Jika menyimak gagasan yang disampaikan Anies justru sangat berkualitas saat itu, sehingga pernyataan bahwa prabowo-gibran dianggap lebih mengakomodir kebutuhan perangkat desa terasa kental subjektifitas dari penyelenggara atau bahkan ada muatan kepentingan karena pernyataan ini sangat mengganggu logika publik.

Dan tentunya penyelenggara tidak tidak boleh memberikan pernyataan-pernyataan yang bisa membuat blunder yang mengesankan bahwa dukungan terhadap Prabowo-Gibran ini sangat terasa.

Tugas Berat Bawaslu

Tanggung jawab Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dalam situasi ini sangat krusial. Mereka harus memastikan bahwa tidak ada pelanggaran pemilu, terutama terkait larangan politik praktis bagi perangkat desa.

Bawaslu harus melakukan lebih dari sekadar klarifikasi; mereka harus mengambil tindakan konkret jika ada bukti pelanggaran.

Ancaman Hukum dan Manuver Penyelenggara

Sanksi bagi pelanggaran larangan politik praktis bagi perangkat desa sangat serius, termasuk pidana kurungan dan denda.

Ini mungkin menjelaskan mengapa penyelenggara acara, termasuk Muhammad Asri Anas, tampak melakukan manuver untuk menunjukkan bahwa acara tersebut tidak mengandung unsur politik praktis. Namun, publik cukup cerdas untuk menilai arah dan tujuan sebenarnya dari acara tersebut.

Dalam konteks demokrasi yang matang, penting bagi semua pihak, termasuk perangkat desa, untuk mempertahankan netralitas politik.

Dukungan APDESI kepada Prabowo-Gibran, meskipun mungkin dilakukan dengan niat baik, menimbulkan pertanyaan serius tentang netralitas dan independensi perangkat desa.

Bawaslu RI memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pemilu berlangsung dalam suasana yang adil dan bebas dari pengaruh politik yang tidak semestinya. Sebagai warga negara, kita semua harus waspada dan kritis terhadap dinamika politik yang dapat mempengaruhi integritas proses demokrasi kita.