Akhir-akhir ini marak pemberitaan orang-orang yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal. Bunga yang tinggi terasa mencekik hingga membuat peminjam gagal bayar. Menyikapi hal ini pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat memberikan solusi.

“Pertama, kita lihat dulu pinjol ini terdaftar atau tidak. Kalau tidak terdaftar, laporkan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kalau ribet lebih baik tidak usah bayar. Itu kalau saya. Kalau kita lapor ke OJK, OJK akan bilang berdasarkan POJK kami tidak bertanggung jawab. Mungkin masalahnya nanti di debt collector-nya, ini perlu diatasi dengan kepolisian. Ada pelindungan bahwa dia ilegal, mendatangkan debt collector. Pihak kepolisian harus melindungi, ini kan ilegal,” kata Achmad Nur Hidayat pada program acara Suara Reboan Metro TV.

Solusi berikutnya, Achmad Nur Hidayat menganjurkan agar masyarakat yang terjerat pinjol ilegal melapor kepada Kementerian Komunikasi (Kominfo).

“Kedua, kalau pinjol ilegal harus dilaporkan kepada Kominfo. Karena begitu dilaporkan oleh Kominfo dan valid, Kominfo punya hak memblokir aplikasi pinjolnya,” katanya.

Dengan melaporkan kepada Kominfo dan dilakukan pemblokiran aplikasi pinjol, maka diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pinjol ilegal.

“Kita perlu memberikan efek jera kepada mereka-mereka yang melakukan operasional bisnis. Apalagi bisa meng-hire debt collector secara semena-mena supaya mereka masuk ke dalam formality yang ada di negara kita, masuk ke sistem, terdaftar. Nah, yang saya dengar ini source funding-nya, tidak semua, sumbernya dari luar negeri. Makanya otoritas, pemerintah, pihak jasa keuangan, itu harus melakukan kerja sama global. Jadi ada source of fund dari luar negeri itu masuknya melalui aplikasi-aplikasi ini. Hal ini harus diteliti karena bisa jadi ini perdagangan uang, money laundry,” ujarnya.

Bila masyarakat terjerat pinjol legal, dia menyebutkan saat ini terdapat program restrukturisasi di OJK untuk membantu masyarakat melunasi pinjaman.

“Kalau pinjol legal ada program namanya restrukturisasi di OJK. Si nasabah melapor tidak bisa bayar, bisanya dicicil, dan kemudian bisa bargaining agar bunganya di-nol-kan,” katanya.

Sementara itu ditinjau dari sudut pandang psikologi, seseorang yang terjerat pinjol biasanya mengalami stres bahkan depresi. Sebab, pinjol ilegal kerap melakukan penagihan utang dengan cara-cara yang mempermalukan si peminjam. Misalnya, menelepon semua kerabat dan kolega untuk menagih utang. Akibat tak bisa melunasi pinjol ilegal ini pun tak sedikit orang yang memilih jalan pintas dengan bunuh diri.

Lantas, adakah solusi untuk mengatasi stres dan depresi akibat jeratan pinjol ilegal?

“Dari sudut pandang psikologi, dengan kerendahan hati, sepertinya tidak ada solusi karena tadi saya katakan bahwa stres, cemas, takut, depresi itu sudah jelas penyebabnya utang. Kondisi tidak menyenangkan itu bisa berhenti kalau pokok persoalannya juga berhenti,” kata pakar psikologi forensik Reza Indragiri.

Reza Indragiri mengingatkan agar masyarakat tidak berpikiran pendek mengakhiri hidup atau membunuh orang demi menyelesaikan persoalan utang pinjol.

“Saya ingin mewanti-wanti bahwa kita tidak boleh memberikan ruang pembenaran sedikit pun terhadap, maaf, bunuh diri. Apalagi, bunuh orang. Jadi sesulit apapun hidup saat kita terbelit utang, pastikan siapapun, umur berapapun, jenis kelamin apapun, kelas sosial ekonomi apapun tidak membuka ruang sedikit pun di kepalanya bahwa bunuh diri, apalagi membunuh orang, sebagai solusi. Itu sebuah rumus psikologi mutlak yang harus kita hujamkan baik-baik di hati kita agar tidak muncul dari persoalan perdata menjadi masalah pidana. Dari masalah saya, menjadi persoalan keluarga besar saya. Dari hal yang menyedihkan menjadi, maaf, hal yang memalukan sekaligus menakutkan,” ujarnya.

Daripada memilih mengakhiri hidup, Reza Indragiri menganjurkan masyarakat yang terjerat pinjol supaya menggunakan energinya untuk bekerja keras mencari jalan keluar.

“Ketika pikiran bunuh diri maupun bunuh orang itu kita tutup, mudah-mudahan kita punya ekstra stamina untuk menemukan jalan keluar,” katanya.

Sumber: medcom.id