Sangat memprihatinkan kondisi saat ini di mana masyarakat dihadapkan pada krisis beras. Beras, sebagai makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia, bukan hanya sekedar komoditas, tetapi juga representasi dari stabilitas ekonomi dan kesejahteraan sosial masyarakat.

Ketika pemerintah memutuskan untuk membagikan rice cooker sebagai bagian dari upaya optimalisasi penggunaan listrik dan promosi energi bersih, niat baik tersebut patut diapresiasi. Namun, dalam konteks saat ini, kebijakan tersebut tampak kurang sinkron dengan realitas yang dihadapi masyarakat. PLN memang beberapa waktu lalu mengalami kelebihan pasokan listrik, tetapi apakah saat ini adalah waktu yang tepat untuk fokus pada isu tersebut?

Saat ini krisis beras, pasokan sedikit dan harga melambung tinggi

Krisis beras yang melanda menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kebijakan yang diambil dengan kebutuhan nyata masyarakat. Sebagai negara agraris, Indonesia seharusnya mampu memastikan ketersediaan beras bagi seluruh rakyatnya. Kenaikan harga beras dan kelangkaan stok menunjukkan adanya kegagalan dalam manajemen pasokan dan distribusi.

Dalam mengambil kebijakan, pemerintah harus selalu mempertimbangkan dampak langsungnya terhadap rakyat. Apa yang tampak sebagai solusi inovatif dalam satu aspek, bisa jadi tidak relevan atau bahkan kontraproduktif dalam konteks lain. Sebagai ekonom, saya percaya bahwa kebijakan yang efektif adalah yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, bukan hanya pada angka-angka statistik atau tren global.

Dalam situasi saat ini, yang paling mendesak adalah memastikan ketersediaan beras dan stabilitas harga bagi masyarakat. Program rice cooker, meskipun memiliki tujuan mulia, sebaiknya ditinjau kembali dan disesuaikan dengan prioritas kebutuhan rakyat saat ini. Kebijakan publik harus selalu berpihak pada rakyat dan mengedepankan kepentingan mereka di atas segalanya.

Harus diimbangi subsidi listrik agar tidak jadi beban Masyarakat

Kebijakan pemerintah untuk membagikan rice cooker dengan tujuan optimalisasi penggunaan listrik memang memiliki dampak ganda. Di satu sisi, program ini dapat meningkatkan konsumsi listrik di sektor rumah tangga. Di sisi lain, ini dapat memberikan beban tambahan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di kelompok ekonomi menengah ke bawah, mengingat biaya listrik yang mungkin meningkat akibat penggunaan alat tersebut.

Dalam konteks ini, pertimbangan untuk memberikan subsidi listrik bagi penerima rice cooker menjadi relevan. Berikut beberapa alasan mengapa kebijakan subsidi mungkin perlu dipertimbangkan:

Pemerataan Beban Ekonomi

Meskipun rice cooker mungkin lebih efisien dari segi konsumsi energi dibandingkan dengan metode memasak tradisional, tetapi bagi sebagian masyarakat, kenaikan tagihan listrik, meskipun kecil, bisa menjadi beban. Subsidi dapat membantu meringankan beban ini.

Mendorong Penggunaan Energi Bersih

Jika pemerintah ingin mendorong masyarakat untuk beralih ke metode memasak yang lebih ramah lingkungan, maka memberikan insentif berupa subsidi bisa menjadi cara untuk meningkatkan adopsi alat tersebut.

Menghindari Dampak Negatif pada Daya Beli

Dengan adanya krisis beras dan harga beras yang meningkat, daya beli masyarakat sudah terpukul. Menambah beban biaya listrik tanpa subsidi bisa menambah tekanan pada daya beli masyarakat.

Optimalisasi Kelebihan Pasokan Listrik

Mengingat PLN memiliki kelebihan pasokan listrik, mendorong konsumsi listrik dengan cara yang terkontrol melalui subsidi bisa menjadi strategi untuk mengoptimalkan pasokan tersebut.

Namun, penting untuk dicatat bahwa pemberian subsidi harus dilakukan dengan hati-hati. Pemerintah perlu memastikan bahwa subsidi tersebut benar-benar mencapai kelompok yang membutuhkan dan tidak disalahgunakan. Selain itu, dampak jangka panjang dari subsidi terhadap keuangan negara dan efektivitas program rice cooker sebagai alat optimalisasi listrik juga perlu dipertimbangkan secara mendalam.

Belajar dari Program Sebelumnya

Dalam konteks program bagi-bagi rice cooker dan program konversi motor listrik, menurut saya ada beberapa hal yang harus kita cermati:

Pertama, Konsistensi Kebijakan

Pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan penggunaan energi bersih dan optimalisasi penggunaan listrik. Namun, jika program konversi motor listrik yang merupakan bagian dari upaya tersebut belum mencapai target, mungkin perlu dipertimbangkan apakah tepat untuk meluncurkan program baru seperti bagi-bagi rice cooker. Kedua program ini memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan penggunaan energi bersih, tetapi jika salah satunya belum berhasil, mungkin ada risiko bahwa program baru juga akan menghadapi tantangan serupa.

Kedua, Alokasi Sumber Daya

Mengingat keterbatasan sumber daya, pemerintah perlu mempertimbangkan apakah lebih baik mengalokasikan sumber daya untuk meningkatkan efektivitas program konversi motor listrik atau meluncurkan program baru. Jika program konversi motor listrik ditingkatkan dan berhasil mencapai targetnya, ini mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada pengurangan emisi dan penggunaan energi bersih daripada program bagi-bagi rice cooker.

Ketiga, Penerimaan Masyarakat

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu tantangan utama dari program konversi motor listrik adalah penerimaan masyarakat. Jika masyarakat belum sepenuhnya menerima program konversi motor listrik, ada kemungkinan mereka juga akan skeptis terhadap program bagi-bagi rice cooker, terutama jika mereka merasa kebutuhan utama mereka (seperti stok beras dan harga beras yang murah) belum terpenuhi.

Keempat, Analisis Risiko

Ada risiko bahwa jika program baru ini diluncurkan sementara program sebelumnya belum mencapai target, keduanya mungkin tidak mencapai hasil yang diharapkan. Ini bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap inisiatif pemerintah dan juga pada efektivitas kebijakan energi bersih secara keseluruhan.

Kelima, Evaluasi Kebutuhan

Sebelum meluncurkan program baru, penting bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebutuhan sebenarnya dari masyarakat. Jika masyarakat merasa bahwa kebutuhan utamanya adalah stok beras dan harga beras yang murah, mungkin lebih tepat untuk fokus pada pemenuhan kebutuhan tersebut daripada meluncurkan program bagi-bagi rice cooker.

Dengan mempertimbangkan semua faktor di atas, saya berpendapat bahwa sebelum meluncurkan program baru seperti bagi-bagi rice cooker, pemerintah perlu memastikan bahwa program konversi motor listrik berjalan dengan efektif dan mencapai targetnya. Jika tidak, ada risiko bahwa program baru juga akan menghadapi tantangan yang sama dan tidak mencapai hasil yang diharapkan.

Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute)