Mendekati akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, kerjasama antara Indonesia dan China tampak semakin menguat, terutama dalam hal investasi. Banyak yang memperhatikan tren ini dan mulai muncul pertanyaan apakah ini adalah upaya “kejar tayang” sebelum pemilihan umum tahun 2024. Apakah peningkatan kerjasama ini benar-benar menguntungkan bagi Indonesia atau apakah ada risiko tersembunyi yang perlu diwaspadai?

Salah satu aspek yang paling mencolok dalam peningkatan kerjasama adalah investasi China yang semakin besar di Indonesia. Presiden Jokowi sendiri menyampaikan keyakinannya bahwa China akan menjadi investor utama di Indonesia dalam satu hingga dua tahun ke depan. Data menunjukkan bahwa investasi China di Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam satu dekade terakhir, melonjak dari peringkat 12 menjadi peringkat 2 dalam hal Foreign Direct Investment (FDI).

Namun, perlu diperhatikan bahwa sejak awal rezim ini berkuasa, telah sangat terlihat kecenderungan yang kuat menuju China. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang mendukung investasi China, infrastruktur yang didanai oleh China, dan kerjasama di berbagai sektor telah menjadi ciri khas pemerintahan saat ini. Ini menimbulkan pertanyaan apakah peningkatan kerjasama ini merupakan hasil dari kebijakan yang telah lama direncanakan ataukah hanya merupakan upaya politik menjelang pemilu.

Ada upaya memastikan kesinambungan dan dukungan internasional jika terjadi perubahan kepemimpinan

Dalam konteks pemilu yang mendatang pada tahun 2024, muncul pertanyaan yang lebih dalam. Apakah ada yang dikhawatirkan oleh penguasa saat ini jika pemilu 2024 nanti dimenangkan oleh lawan politik? Apakah peningkatan kerjasama dengan China juga merupakan upaya untuk memastikan kesinambungan dan dukungan dari mitra internasional jika terjadi perubahan dalam kepemimpinan?

Selain itu, dengan pemilihan umum yang semakin mendekat, ada spekulasi bahwa peningkatan kerjasama dengan China bisa menjadi manuver politik. Pemerintah yang berkuasa mungkin ingin memanfaatkan investasi China sebagai pencapaian ekonomi yang dapat diperlihatkan kepada pemilih untuk mendapatkan dukungan. Namun, hal ini juga harus dipertanyakan apakah kebijakan ekonomi dan investasi harus dicampuradukkan dengan pertimbangan politik.

Saat menghadapi peningkatan kerjasama dengan China, penting bagi Indonesia untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan nasional. Transparansi, pengawasan yang ketat, dan perjanjian investasi yang adil harus menjadi prioritas untuk memastikan bahwa kerjasama dengan China memberikan manfaat yang sesuai bagi Indonesia tanpa mengorbankan kedaulatan ekonomi atau mengabaikan kekhawatiran lingkungan dan sosial.

Awas Kecolongan Lagi

Indonesia seringkali merasa kesulitan dalam mengelola kesepakatan investasi dengan China. Kasus seperti Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menjadi contoh yang menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam mengelola komitmen awal dan konsekuensinya pada APBN.

Awalnya, proyek KCJB diharapkan dapat berjalan tanpa melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini adalah komitmen awal yang mencerminkan harapan bahwa proyek ini akan sepenuhnya didanai oleh investor swasta dan tidak akan membebani APBN. Namun, selama prosesnya, proyek ini mengalami perubahan-perubahan signifikan.

Perubahan tersebut mencakup pembebasan lahan yang tidak sesuai dengan perkiraan awal, yang kemudian memerlukan dukungan finansial dari pemerintah. Akibatnya, proyek yang awalnya diharapkan tidak memengaruhi APBN justru berpotensi menggerogoti anggaran negara.

Ketika perubahan-perubahan semacam ini terjadi, muncul pertanyaan tentang kemampuan Indonesia untuk mengelola kesepakatan investasi dengan China dan menjaga konsistensi dengan komitmen awalnya. Hal ini juga menyoroti perlunya transparansi yang lebih besar dalam perundingan investasi dengan pihak asing untuk menghindari risiko yang tidak terduga yang dapat mempengaruhi keuangan negara.

Dalam konteks pemilu yang mendatang pada tahun 2024, isu-isu seperti kasus KCJB dapat menjadi subjek perdebatan yang penting. Bagaimana pemerintahan yang berkuasa mengatasi tantangan ini dan memastikan kebijakan investasi yang menguntungkan bagi Indonesia tanpa mengorbankan anggaran negara akan menjadi salah satu isu yang krusial untuk dipantau.

Dengan pemilu 2024 di ambang pintu, penting bagi pemimpin dan pemilih Indonesia untuk mempertimbangkan dengan cermat dampak dan implikasi dari peningkatan kerjasama dengan China serta apakah ada pertimbangan politik tertentu yang memengaruhi keputusan ini. Apakah ini benar-benar peluang yang menguntungkan ataukah sekadar manuver politik yang harus dievaluasi lebih dalam, adalah pertanyaan yang harus dijawab dengan cermat untuk kepentingan masa depan Indonesia.

Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute)