Presiden Joko Widodo, baru – baru ini membuat keputusan untuk menghadiri konser Malam Apresiasi Nusantara di Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara pada Jumat, 22 September lalu, telah memicu kontroversi yang tak terbantahkan.
Kontroversi Menghadiri konser di Tengah Konflik Pulau Rempang
Sayangnya, mungkin kontroversi ini tidak lain hasil dari keputusan Presiden Jokowi untuk mengecoh perhatian publik dengan menghadiri undangan ini, tepat di tengah-tengah konflik panas yang melanda masyarakat Pulau Rempang.
Saat pulau kecil ini terus menjadi medan perjuangan antara masyarakat lokal yang ingin mempertahankan hak-hak mereka dan kepentingan ekonomi besar yang bermain di belakang layar, masyarakat, termasuk anak-anak sekolah, merasakan beban yang tak terlupakan.
Para anak sekolah di Pulau Rempang, yang seharusnya bermain dan belajar dengan semangat di usia mereka, harus menghadapi realitas yang penuh ketidakpastian. Suara-suara petasan, hiruk-pikuk, dan perasaan cemas yang tak kunjung mereda telah menjadi bagian dari hidup mereka. Mereka harus melintasi jalan-jalan yang penuh risiko setiap hari untuk mencapai sekolah, berharap agar tiba dengan selamat.
Pertanyaan yang Tak Terjawab: Empati Pemimpin dalam Konflik Masyarakat
Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah Bapak Presiden Jokowi benar-benar mendengar dan merasakan getaran hati anak-anak yang cemas ini? Apakah dia benar-benar menyerap cerita-cerita masyarakat yang menangis dan menjerit, mencari keadilan untuk hak-hak mereka yang sering diabaikan? Dan Mengapa Bapak Presiden tidak turun langsung ke Pulau Rempang? Mengapa tidak melihat situasi dengan mata kepala sendiri? Apakah malu karena kesalahan yang telah terjadi? Bukannya datang untuk memperbaiki situasi, malah terlihat seperti mengabaikan realitas yang tengah dihadapi oleh masyarakat Pulau Rempang.
Menimbang Kembali Tindakan Seorang Pemimpin
Ketika berbicara tentang dampak konflik ini pada masyarakat Pulau Rempang, tidak boleh melupakan gambaran menyayat hati tentang keluarga yang terpisah, anak-anak yang bermain di antara reruntuhan rumah mereka sendiri, dan orang tua yang terbebani oleh perasaan bingung karena tak mampu memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka.
Semua ini adalah contoh nyata dari penderitaan yang tidak dapat diabaikan dan yang memerlukan perhatian dan tindakan segera dari pemerintah.
Tidak ada yang dapat meragukan betapa sulitnya bagi anak-anak itu untuk tidur nyenyak di malam hari saat mereka dihantui oleh suara-suara petasan dan hiruk-pikuk konflik yang tak pernah surut.
Mereka harus menempuh perjalanan yang berbahaya untuk sekolah, melintasi jalan-jalan yang terkadang menjadi medan perang, berharap untuk tiba di sekolah dengan selamat.
Tapi di sisi lain kontroversi terbesar adalah bahwa Presiden Jokowi memilih menggelar konser megah ini di tengah-tengah konflik masyarakat Pulau Rempang yang belum terselesaikan. Jika berbicara konteks dalam kenyataannya, seorang presiden juga manusia, dan manusia butuh hiburan dalam hidup mereka.
Namun, dalam momen ketika sebagian rakyatnya menderita dan membutuhkan perhatian yang mendalam, seorang pemimpin harus memiliki empati yang kuat. Tidak dapat disangkal bahwa pejabat pemerintah juga manusia yang memiliki hak untuk bersenang-senang, tetapi di sinilah letak pertanyaan yang harus diajukan kepada Presiden Joko Widodo.
Para pejabat pemerintah dapat bersenang-senang dan menikmati hiburan seperti siapa pun, tetapi ada saatnya di mana mereka harus memprioritaskan kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai pemimpin.dan tindakan yang seharusnya diambil adalah hadir di tengah-tengah mereka.
Sebagai pemimpin, ada harapan yang wajar dari rakyat bahwa mereka akan merasa terhubung dengan kepemimpinan mereka. Masyarakat ingin merasakan bahwa pemimpin mereka mengerti dan peduli terhadap penderitaan mereka. Mereka ingin merasa didengar dan dihargai, terlebih lagi dalam situasi seperti konflik Pulau Rempang yang berdampak serius pada kehidupan sehari-hari mereka.
Konser megah “Malam Apresiasi Nusantara” mungkin memiliki niat baik dalam merayakan kekayaan budaya Indonesia, namun konteks yang tidak tepat dan prioritas yang keliru membuatnya kelihatan sangat tidak empatik. Seharusnya, momen ini digunakan untuk mendengarkan suara-suara yang terpinggirkan, menggugah kesadaran akan penderitaan yang dialami oleh masyarakat, dan mencari solusi bersama.
Kesimpulan: Kepemimpinan dan Em-pati dalam Masa Penderitaan Rakyat
Kontroversi seputar konser Malam Apresiasi Nusantara di tengah konflik Pulau Rempang menggarisbawahi satu aspek penting dalam kepemimpinan: kepemimpinan yang mampu merasakan empati dan hadir ketika rakyatnya menderita.
Seorang pemimpin bukan hanya figur pemerintahan yang menduduki jabatan tertinggi, tetapi juga seorang manusia yang harus mengakui tanggung jawabnya terhadap rakyat yang dipimpinnya.
mengadakan hiburan di tengah-tengah konflik yang belum terselesaikan adalah cerminan dari ketidakseimbangan dalam prioritas dan perasaan empati yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin.
Pentingnya empati dalam kepemimpinan tidak dapat diabaikan. Masyarakat mengharapkan pemimpin mereka untuk mendengarkan, memahami, dan hadir ketika mereka membutuhkan.
Dalam kasus konflik Pulau Rempang, anak-anak sekolah yang merasa cemas, warga yang menangis, dan masyarakat yang menjerit untuk hak-hak mereka yang terabaikan, semua itu adalah penderitaan nyata yang tidak boleh diabaikan oleh pemimpin.
Tidak cukup hanya berbicara tentang kepedulian dan keterhubungan dengan rakyat, tetapi tindakan nyata yang menunjukkan empati adalah kunci untuk membangun kepercayaan rakyat kepada pemimpin mereka.
Kepemimpinan yang memiliki empati dan kehadiran yang kuat dalam masa penderitaan rakyat adalah landasan utama dalam membangun negara yang adil dan merakyat. Ini bukan hanya tentang bersenang-senang dan hiburan, tetapi tentang kewajiban moral untuk mendengarkan dan bertindak dalam kepentingan rakyat.
Ketika pemimpin hadir dan memprioritaskan kebutuhan rakyatnya, itu adalah tanda nyata dari kepemimpinan yang bertanggung jawab dan berwibawa.
Jadi, saat pemimpin mempertimbangkan untuk bersenang-senang dan menikmati hiburan pribadi, mereka juga harus selalu mengingat bahwa mereka adalah wakil rakyat yang dipercayakan untuk memimpin dan melindungi kepentingan rakyatnya.
Empati dan kehadiran mereka dalam masa penderitaan rakyat bukanlah pilihan, tetapi suatu keharusan. Itu adalah inti dari kepemimpinan yang berarti dan mendalam, yang membedakan pemimpin yang hebat dari mereka yang hanya mengisi posisi kosong.
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta