Dalam beberapa tahun terakhir dunia teknologi telah melihat perkembangan yang sangat pesat, dan salah satu proyek yang menarik perhatian adalah ChatGPT dari OpenAI. Namun, seperti yang terungkap dalam pemberitaan baru-baru ini, nasib ChatGPT dan OpenAI sendiri tampaknya menghadapi permasalahan serius yang bisa mengancam keberlanjutan perusahaan ini.

Permasalahan terbesar yang dihadapi oleh ChatGPT adalah anjloknya jumlah pengguna. Dengan penurunan drastis pengguna mulai dari Juni 2023, terutama dipicu oleh faktor putus sekolah dan penurunan minat dalam penggunaan platform ini.

Tidak hanya itu, rilis API ChatGPT yang memungkinkan pengguna membuat bot mereka sendiri telah meredupkan minat untuk berinteraksi langsung dengan platform. Jumlah pengguna yang terus menurun menjadi sinyal nyata bahwa ada keretakan dalam model bisnis perusahaan ini.

Tampaknya ada masalah dalam cara OpenAI mengatasi situasi ini. OpenAI adalah perusahaan yang menciptakan berbagai teknologi kecerdasan buatan (AI). Mereka tampaknya memiliki kesulitan dalam membuat rencana yang tepat untuk mengatasi permasalahan mereka.

Model bisnis mereka menghasilkan kerugian sebesar US$700 ribu atau sekitar Rp10 miliar setiap hari. Ini seharusnya menjadi tanda bahaya bagi perusahaan untuk memikirkan kembali cara mereka melakukan sesuatu.

Namun, meskipun situasinya seperti ini, OpenAI masih meluncurkan produk AI baru seperti GPT-4 dan DALL-E2 tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap pertumbuhan keuangan Perusahaan. Keputusan ini menjadi hal yang dipertanyakan oleh banyak orang.

Kehadiran model LLM open source juga telah menggoyahkan basis pelanggan ChatGPT.

Mengapa seseorang akan membayar untuk versi berbayar dan terbatas ketika ada alternatif open source yang dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan?”

Pertanyaan ini menggambarkan bahwa ada kelemahan dalam penawaran produk dan kebijakan harga OpenAI.

Untuk mengatasi permasalahan ini, OpenAI perlu mengadopsi pendekatan yang lebih strategis dan berkelanjutan. Pertama, perlu adanya peninjauan mendalam terhadap model bisnis dan pengeluaran perusahaan. Langkah ini melibatkan pertimbangan matang terkait rilis produk baru dan fokus pada produk yang memiliki prospek keuntungan lebih tinggi.

Selain itu, perlu diidentifikasi strategi baru untuk mempertahankan dan menarik pengguna, seperti memberikan nilai tambah yang jelas dibandingkan dengan model LLM open source.

Kesimpulan

Saat ini, OpenAI menghadapi masalah besar yang bisa membuatnya sulit bertahan. Tapi, dengan membuat rencana dan strategi yang tepat, mereka masih punya peluang untuk pulih dari situasi sulit ini. Investasi yang diberikan oleh Microsoft dan ekspansi ke pasar internasional seperti London adalah tanda positif bahwa masih ada minat dan dukungan bagi OpenAI.

Tetapi, mereka harus segera melakukan perubahan agar tidak menghadapi risiko kebangkrutan yang serius. Dengan berfokus pada kebutuhan pengguna, menyempurnakan produk yang sudah ada, dan mengeksplorasi potensi pendapatan baru, baik ChatGPT maupun OpenAI bisa mengubah masa depan mereka menjadi lebih baik.

Oleh: Achmad Nur Hidayat | Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Ekonom & CEO Narasi Institute