Penandatanganan kesepakatan ekonomi antara China dan Indonesia merupakan momen penting dalam meningkatkan kerja sama strategis kedua negara. Hingga saat ini sudah banyak kerjasama yang dibangun termasuk dalam pembangunan infrastruktur, perdagangan dan perdagangan.
Kekayaan Sumber Daya Alam yang dimiliki Indonesia tentunya menjadi daya tarik bagi dunia internasional untuk bisa bekerjasama dengan Indonesia dan menikmati hasil pemanfaatan SDA tersebut.
Pengalaman pahit KCJB dan Tambang Nikel
Namun, di balik potensi manfaat yang besar, kesepakatan ini juga menimbulkan potensi kerugian ekonomi yang harus diwaspadai dengan seksama.
Satu dari potensi kerugian yang harus diwaspadai adalah seperti yang terjadi pada proyek kereta api cepat dimana ada ketidaksesuaian kesepakatan awal yang tadinya tidak melibatkan APBN tapi kenyataannya jadi melibatkan APBN dan berujung pada China menuntut jaminan Penanaman Modal Nasional (PMN) melalui APBN.
Selain itu, transfer pengetahuan dan teknologi yang jadi salah satu pertimbangan kerjasama dengan China sebagai bentuk penawaran ternyata tidak terwujud. Ini terbukti dari keterlibatan berlebihan Tenaga Kerja Asing (TKA) China yang terus ada hingga proyek ini selesai terbangun. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa Indonesia tidak sepenuhnya mendapatkan manfaat sebagaimana yang diharapkan dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Tambang nikel juga menjadi contoh lain dari potensi kerugian. Meskipun Indonesia terlibat dalam ekspor nikel ke China, porsi keuntungan yang diterima Indonesia sangat sedikit, sebagian besar yang menikmati manfaatnya adalah China. Sementara penggalian nikel yang sangat masif dikuras setiap harinya membuat cadangan nikel semakin menipis.
Diskriminasi upah antara tenaga kerja lokal dengan TKA China juga menyebabkan ketidakadilan di pasar tenaga kerja Indonesia.
Selanjutnya, Indonesia harus berhati-hati dengan ketergantungannya pada ekonomi China. Semakin eratnya kerja sama dengan China berarti Indonesia semakin terpaku pada perekonomian negara tersebut.
Akibatnya, ketika terjadi perubahan kebijakan atau krisis ekonomi di China, Indonesia berisiko mengalami gangguan dalam stabilitas ekonomi dan pembangunan jangka panjang.Masalah transparansi dan hutang yang berlebihan dari proyek infrastruktur yang didanai oleh China juga menjadi perhatian serius.
Beberapa proyek ini telah menghadapi kontroversi karena kurangnya transparansi dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Lebih lanjut, risiko hutang berlebihan dapat membebani Indonesia dan mengurangi fleksibilitas kebijakan ekonomi negara.
Rekomendasi
Pertama, untuk mengurangi risiko ketidaksesuaian proyek, Indonesia harus lebih hati-hati dalam bernegosiasi dan mengawasi kesepakatan proyek dengan China. Memastikan transfer pengetahuan dan teknologi serta melibatkan lebih banyak tenaga kerja lokal dapat meningkatkan manfaat bagi Indonesia. Pastikan dokumen perjanjian kerjasama yang dibuat, dipelajari dan dikuasai baik-baik dengan memastikan terjaminnya kepentingan negara.
Kedua, dalam perjanjian perdagangan, Indonesia harus bersikeras pada kesepakatan yang lebih adil dan menguntungkan. Pengaturan upah yang lebih merata antara tenaga kerja lokal dan TKA China harus diutamakan untuk menghindari diskriminasi dan ketidakadilan.
Ketiga, untuk mengurangi ketergantungan ekonomi pada China, Indonesia harus berupaya lebih aktif dalam mendiversifikasi mitra dagang dan investasinya. Memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain akan memberikan fleksibilitas dan ketahanan ekonomi yang lebih besar.
Kesepakatan ekonomi dengan China menawarkan peluang besar bagi Indonesia, namun juga jika tidak selektif dalam pembuatan kesepakatan yang dituangkan dalam dokumen kerjasama akan berimplikasi kepada kerugian yang signifikan sementara negara sudah terikat oleh kesepakatan yang menyandera Indonesia dalam melakukan tindakan perbaikan.
Dengan memperhatikan ketat potensi kerugian yang telah diuraikan dan mengambil langkah-langkah proaktif, Indonesia dapat mengoptimalkan kerja sama dengan China dan melindungi kepentingan negara dalam jangka panjang.
Sudah saatnya Indonesia memperkuat sektor domestik, meningkatkan transparansi dalam proyek-proyek infrastruktur, dan mengurangi ketergantungan ekonomi pada negara lain adalah langkah penting dalam menghadapi potensi risiko ekonomi yang berbahaya.

Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP | Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, CEO Narasi Institute
Sumber: tribunrakyat.com