KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok lebih dari 5 persen pada Maret 2025 memicu berbagai spekulasi. Sejumlah pihak mengaitkannya dengan isu mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Namun, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, menilai faktor utama pelemahan pasar saham bukanlah permasalahan politik, melainkan kerapuhan struktural ekonomi Indonesia.
“Saya tidak percaya isu mundurnya Sri Mulyani, Perry Warjiyo, dan Airlangga Hartarto menjadi penyebab utama anjloknya IHSG. Sebagai ekonom, saya berbeda dengan beberapa analis saham. Jatuhnya IHSG karena mundurnya satu atau dua pejabat adalah analisis yang tidak tepat,” kata Achmad kepada Kabarbursa.com, Rabu, 19 Maret 2025.
Menurut dia, ekonomi Indonesia memiliki persoalan lebih mendasar, yakni ketergantungan pada utang luar negeri yang tidak dikelola secara prudent. Ia justru mengkritik kebijakan pemerintah yang cenderung populis dan bergantung pada pembiayaan berbasis utang untuk program seperti MBG, bantuan sosial (bansos), serta subsidi listrik.
“Menjadikan faktor eksternal atau figur politis sebagai kambing hitam justru mengalihkan perhatian dari akar masalah sebenarnya, yaitu kerapuhan struktural ekonomi Indonesia yang diperparah oleh kebijakan populis jangka pendek bertumpu pada utang,” tegasnya.
Ketergantungan pada Komoditas dan Minimnya Diversifikasi
Lebih lanjut Achmad menyoroti struktur ekonomi Indonesia yang masih sangat bergantung pada sektor komoditas. Ia menyebut, 35 persen penerimaan ekspor nasional masih didominasi oleh batu bara, minyak sawit mentah (CPO), dan nikel.
Penurunan harga ketiga komoditas tersebut sebesar 10-15 persen pada kuartal I-2025, langsung berdampak pada kinerja emiten di sektor pertambangan.
“Saham seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) terkoreksi lebih dari 12 persen dalam sepekan. Ini menunjukkan betapa rentannya IHSG terhadap fluktuasi harga komoditas,” jelasnya.
Di sisi lain, upaya diversifikasi ekonomi belum menunjukkan perkembangan signifikan. Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB masih stagnan di angka 19 persen sejak 2020, sementara industri bernilai tambah tinggi seperti elektronik dan otomotif masih tertinggal dibanding Vietnam dan Thailand.
“Alih-alih mendorong industrialisasi, pemerintah malah mengandalkan kebijakan larangan ekspor bahan mentah tanpa kesiapan hilirisasi yang memadai. Contohnya, larangan ekspor nikel tanpa progres signifikan dalam pembangunan smelter justru menguntungkan segelintir konglomerat, sementara UMKM tambang tradisional kolaps,” terangnya.
Achmad memperingatkan, jika pemerintah tidak segera mengambil langkah korektif dalam kebijakan fiskal dan strategi industrialisasi, maka kepercayaan investor akan semakin luntur.
“IHSG yang melemah ini hanya awal dari rantai masalah yang lebih besar,” tutupnya.
Stop Kebijakan Jangka Pendek
Untuk mencegah IHSG semakin terperosok, Achmad Nur Hidayat menilai pemerintah perlu menghentikan kebijakan populis jangka pendek dan beralih ke pendekatan struktural.
Menurutnya, program infrastruktur seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dianggap tidak produktis, serta kebijakan populis ambisius seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan tiga juta rumah, sebaiknya dihentikan.
Ia juga menekankan pentingnya memanfaatkan ruang fiskal yang ada untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta mendorong investasi di sektor penelitian dan pengembangan (R&D).
“Anjloknya IHSG adalah cermin ketidakpercayaan investor terhadap masa depan ekonomi Indonesia. Jika pemerintah terus mengabaikan reformasi struktural dan memilih jalan instan melalui utang, krisis Sri Lanka bukanlah mimpi buruk,” ujar Achmad.
Selain itu, ia menyoroti defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terus melebar akibat pengeluaran besar untuk subsidi dan bansos.
“Pada 2024, defisit APBN mencapai 2,8 persen dari PDB, dipicu oleh realisasi subsidi energi sebesar Rp650 triliun dan anggaran bansos Rp150 triliun,” jelasnya.
Ironi dalam kebijakan subsidi pemerintah, di mana sebagian besar manfaatnya jutru dinikmati oleh kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Ia mengungkapkan bahwa 70 persen dana subsidi dinikmati oleh 20 persen masyarakat dari golongan tersebut, sementara proyek infrastruktur seperti IKN dan bandara di daerah dengan aktivitas rendah justru menjadi beban pemeliharaan jangka panjang.
“Sebanyak 70 persen dana subsidi dinikmati oleh 20 persen masyarakat kelas menengah atas, sementara infrastruktur seperti IKN dan bandara di daerah sepi malah menjadi beban pemeliharaan jangka panjang,” katanya.
Dalam kondisi ini, utang pemerintah pun terus membengkak, menembus Rp9.000 triliun atau 40 persen dari PDB pada 2025. Sementara itu, pembayaran bunga utang mencapai Rp450 triliun per tahun, hampir menyamai anggaran pendidikan nasional.
“Kebijakan ini tidak hanya membebani keuangan negara, tetapi juga mengganggu kredibilitas fiskal di mata investor,” tambahnya.
Situasi ini menyebabkan modal asing terus keluar dari pasar saham Indonesia.
“Tak heran, asing terus menarik dana dari pasar saham, dengan arus keluar modal asing mencapai Rp10 triliun dalam sebulan terakhir,” demikian Achmad.
IHSG di Level 6.220
Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG dibuka melemah tipis pada perdagangan hari ini, Rabu, 19 Maret 2025, turun 3,19 poin atau 0,05 persen ke level 6.220,20. Sepanjang sesi awal, indeks bergerak dalam rentang terbatas dengan level tertinggi di 6.233,24 dan level terendah di 6.210,98.
Total volume transaksi tercatat mencapai 2,38 juta lot dengan nilai perdagangan sebesar Rp253,84 miliar dari 16.700 transaksi.
Pada perdagangan kemarin, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat memberlakukan trading halt setelah IHSG anjlok lebih dari 5 persen dalam satu sesi. Indeks sempat menyentuh level terendah di 6.011,84 sebelum akhirnya ditutup melemah 3,84 persen ke level 6.223,39.
Langkah penghentian sementara ini dilakukan untuk meredam volatilitas pasar, seiring tekanan jual besar-besaran yang terjadi di berbagai sektor, terutama teknologi yang anjlok hampir 10 persen. Meskipun perdagangan kembali dilanjutkan, aksi jual masih mendominasi hingga akhir sesi.
Di tengah pelemahan IHSG, beberapa saham mencatatkan kenaikan signifikan. Saham PT Agro Bahari Nusantara Tbk atau dalam kode saham UDNG memimpin daftar top gainers dengan kenaikan 9,30 persen ke level Rp94 per saham.
Saham PT Cipta Perdana Lancar Tbk (CPL) turut menguat 9,00 persen ke Rp109 per saham, sementara saham PT Techno9 Indonesia Tbk (NINE) naik 8,82 persen ke level Rp296 per saham.
Saham PT Fortune Mate Indonesia Tbk (FMII) juga mencatatkan penguatan sebesar 7,76 persen ke Rp500 per saham, diikuti saham PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA) yang naik 7,59 persen ke Rp85 per saham.
Di sisi lain, tekanan jual masih terjadi pada beberapa saham. Saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) mengalami koreksi terdalam setelah turun 14,51 persen ke Rp99.000 per saham.
Saham PT Boston Furniture Industries Tbk (SOFA) juga melemah 9,59 persen ke Rp66 per saham, sementara saham PT Graha Prima Mentari Tbk (GPM) terkoreksi 8,96 persen ke Rp61 per saham.
Saham PT Nanotech Indonesia Global Tbk (NANO) turun 7,14 persen ke Rp26 per saham, sedangkan saham PT BISI International Tbk (BISI) melemah 6,36 persen ke Rp1.030 per saham.
Sektor teknologi menjadi pemberat utama IHSG pagi ini dengan pelemahan 7,27 persen. Sektor industri juga melemah tipis 0,22 persen, diikuti sektor kesehatan yang turun 0,14 persen serta sektor barang konsumsi non-siklikal yang terkoreksi 0,18 persen.
Di sisi lain, sektor energi mencatatkan kenaikan 0,38 persen, disusul sektor bahan baku yang naik 0,32 persen, sektor barang konsumsi siklikal yang menguat 0,27 persen, serta sektor properti yang naik 0,28 persen.
Sektor keuangan dan infrastruktur juga mencatatkan kenaikan tipis masing-masing 0,15 persen, sementara sektor transportasi melemah 0,10 persen.
Setelah aksi jual besar-besaran yang memicu trading halt kemarin, IHSG masih bergerak dalam rentang terbatas dengan tekanan utama dari sektor teknologi, meskipun beberapa sektor lainnya menunjukkan penguatan.
Sumber: kabarbursa.com