jpnn.com, JAKARTA – Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat meminta pemerintah memperjelas definisi barang mewah dalam kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN).

Pemerintah dan DPR telah menyatakan bahwa objek pajak yang dikenakan tarif PPN 12 persen hanya menyasar kelompok barang mewah yang lebih banyak dikonsumsi kelompok atas. 

Namun, batasan yang kabur mengenai definisi barang mewah bisa memberikan ruang tekanan bagi kelompok menengah ke bawah.

“Pemerintah harus menetapkan batasan yang jelas mengenai barang apa saja yang termasuk dalam kategori mewah. Hal ini penting untuk menghindari kesalahan pengenaan pajak pada barang yang sebenarnya merupakan kebutuhan bagi masyarakat menengah,” kata Achmad dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Dia mencontohkan barang elektronik berkualitas tinggi bisa jadi termasuk dalam kelompok barang mewah. 

Di sisi lain kelas menengah kemungkinan menggunakan barang elektronik tersebut untuk kebutuhan pekerjaan mereka.

Artinya, bila kelompok barang itu masuk dalam definisi barang mewah pada kebijakan PPN, kelas menengah berpotensi makin kesulitan mengakses barang yang bisa membantu meningkatkan taraf hidup mereka.

“Akibatnya, kebijakan ini justru memperlebar kesenjangan digital dan ekonomi,” ujar Achmad.

Mengingat kondisi kelompok menengah yang rentan terhadap kebijakan fiskal, Achmad mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi tekanan yang diterima kelompok ini dengan membuat kebijakan yang memperhatikan dampak lanjutan.

Tak hanya kelas menengah, Achmad berpendapat kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tetap akan berdampak pada kelompok ekonomi kecil meski hanya menyasar barang mewah.

Hal itu terjadi melalui mekanisme ekonomi yang disebut spillover effect.

“Ketika barang-barang yang terkait dengan barang mewah mengalami kenaikan harga, biaya hidup secara keseluruhan juga meningkat. Misalnya, kenaikan tarif PPN pada kendaraan bermotor mewah dapat memengaruhi biaya logistik dan transportasi barang kebutuhan pokok,” jelasnya.

Pada akhirnya, lanjut dia, konsumen dari seluruh lapisan ekonomi harus membayar harga yang lebih tinggi untuk barang kebutuhan sehari-hari.

Sumber: jpnn.com