Pada Sabtu malam, 7 Desember 2024, Sangkanika Edugarden, Eatery, & Wellness menjadi panggung bagi sebuah acara seni yang mendalam dan inspiratif: Ngopi Bareng Maestro. Acara ini menghadirkan perupa terkemuka asal Kuningan, Dheny Supriadi yang lebih dikenal dengan nama Kang Asep Dheny membagikan perjalanan kreatif dan filosofinya di balik karya-karya fenomenalnya yang bertema Republik Sendal Jepit.

Berbagai elemen masyarakat hadir dalam acara ini, mulai dari Komite Ekraf Kuningan, komunitas seni seperti Yayasan Mega Citra Kreasi, Sanggar Gupai, SCK Production, Duta Bulying, para praktisi seni lainya, mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi Kuningan, akademisi dan tokoh pemerintah. Beberapa individu penting yang hadir termasuk musisi legendaris dari Kuningan, Kang Yusuf Oblet; Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kuningan, Rio Anto Permana Saputra; dan beberapa dosen seperti Dede Djuniardi, Jerry Donald, serta Iqbal Arraniri. Kegiatan ini dipandu oleh Endang Komara, yang akrab dipanggil Eko, Ketua Pelaksana Ekonomi Kreatif di Kabupaten Kuningan.

Membedah Filosofi Republik Sendal Jepit

Dalam sesi diskusi, Kang Asep Dheny berbagi kisah perjalanan kreatifnya yang sarat dengan kegelisahan, inspirasi utama di balik karyanya. Konsep Republik Sendal Jepit lahir dari pengamatan terhadap kehidupan sosial. Sandal jepit, sebagai benda yang sederhana dan lekat dengan keseharian, menjadi simbol kehidupan rakyat kecil yang sering termarjinalkan.

Menurut Kang Asep Dheny, nilai seni tidak hanya terletak pada bentuk visual, tetapi juga pada makna mendalam yang dikandungnya. Walaupun terlihat sederhana, sandal jepit berhasil ia presentasikan dalam karya yang kaya estetika, baik dalam bentuk lukisan, seni instalasi, hingga film eksperimental. Dua film pendek bergenre eksperimental karyanya yang berjudul “Rakus” dan “Peradaban tak Beradab” turut ditayangkan dalam acara ini, memberikan gambaran imajinasi visual yang kaya akan nilai filosofis.

Karya-karya Kang Asep Dheny telah menghiasi berbagai pameran bergengsi, salah satunya di Museum Basuki Abdullah dengan tema “Sepele Tapi Penting”. Dalam pameran tersebut, konsep Republik Sendal Jepit berhasil menarik perhatian banyak pihak karena kesederhanaannya yang penuh makna.

Testimoni Sahabat dan Kolaborator

Kang Yusuf Oblet, musisi besar sekaligus sahabat dekat Kang Asep Dheny, memberikan apresiasi luar biasa terhadap kiprah seni sahabatnya. Menurutnya dengan kualitas karya Kang Asep Dheny seharusnya tidak diam di Kuningan. “Asep Dheny selalu membersamai saya disetiap acara yang saya selenggarakan” ujarnya. Ia juga menceritakan bahwa hubungan persahabatan mereka tidak hanya didasarkan pada kolaborasi seni, tetapi juga rasa saling mendukung tanpa pamrih.

Sementara itu, Tedi Iskandar, anggota Komite Ekraf Kuningan, mengapresiasi perjalanan panjang Kang Asep Dheny dalam berkarya. Dia mengenalnya diawal tahun 2000-an dari sebelum konsep sendal jepit ini ditemukan. “Konsep Republik Sendal Jepit yang diusung Kang Asep Dheny sangat mudah diterima oleh masyarakat,” ungkapnya.

Komentar Tokoh dan Akademisi

Rio Anto Permana Saputra, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kuningan, memanfaatkan momen ini untuk menyoroti pentingnya pengelolaan budaya yang lebih fokus di tingkat daerah. Ia menyarankan agar Kabupaten Kuningan mengikuti jejak nasional dengan membentuk Dinas Kebudayaan yang terpisah dari Disdikbud, agar kebijakan budaya dapat diimplementasikan lebih optimal.

Dari kalangan akademisi, Jerry Donald, dosen DKV Universitas Kuningan, mengusulkan agar Pemda Kuningan segera mengambil langkah proaktif untuk mendukung seni budaya. “Dengan berdirinya Kementerian Kebudayaan, Kuningan harus jemput bola melalui program yang strategis, terutama dengan gubernur Jawa Barat yang baru terpilih juga berasal dari kalangan kebudayaan,” ungkap Jerry.

Sementara itu, Dede Djuniardi dan Iqbal Arraniri menyoroti potensi besar Kabupaten Kuningan, baik dari segi sumber daya manusia (SDM), seni budaya dan pariwisata. Menurut mereka, potensi besar ini bisa menjadi penggerak ekonomi daerah. Selain mengomentari kiprah Kang Asep Dheny, Dede Djuniardi pun me-mention tentang potensi Wisata Religi. Menurutnya, ” Wisata religi seperti gua Maria Cigugur berpotensi mendatangkan banyak sekali pengunjung dari berbagai daerah seperti di Gunungkidul. Gua Maria di Cigugur lebih potensial daripada yang di Gunung Kidul yang bisa mendatangkan pengunjung 1 juta orang per tahun. Pemerintah harus mengambil potensi ini untuk dijadikan penarik wisatawan yang bisa menggerakan perekonomian di Kabupaten Kuningan.”

Harapan untuk Ekosistem Ekraf di Kuningan

Endang Komara (Eko), moderator sekaligus Ketua Pelaksana Ekonomi Kreatif Kuningan, memberikan pandangan yang menggelitik tentang sosok Kang Asep Dheny. “Kang Asep ini memang seniman gila,” katanya dengan nada bercanda. “Tapi gila dalam arti yang positif. Ia punya gagasan yang out of boundaries, yang tidak terpikirkan oleh orang kebanyakan”. Sandal jepit, benda sesederhana itu bisa menjadi simbol yang kuat dan karya seni yang berkelas. Eko menganggap bahwa kegilaan kreatif semacam ini justru yang dibutuhkan untuk mendorong seni dan budaya Kuningan ke tingkat yang lebih tinggi.

Eko menggagas pendirian museum seni yang dapat menjadi destinasi wisata kreatif. “Seni rupa adalah salah satu subsektor ekonomi kreatif yang perlu mendapatkan ruang lebih baik di Kuningan,” katanya. Ia merekomendasikan Pendopo untuk dijadikan Museum seni tersebut. Ia juga menekankan pentingnya membangun ekosistem ekonomi kreatif yang solid, dengan melibatkan berbagai unsur, mulai dari pelaku seni hingga birokrasi lintas sektor.

Eko berharap, pengembangan ekonomi kreatif di Kuningan dapat melibatkan sinkronisasi antar SKPD untuk menghindari ego sektoral. Menurutnya, pengelolaan ekonomi kreatif membutuhkan kolaborasi antara pendidikan, kebudayaan, pariwisata, ketenagakerjaan, investasi hingga pemberdayaan desa.

Harapan seorang Asep Dheny untuk Kuningan: Simbol Kota yang Mengakar dan Menggugah

Dalam diskusi, Kang Asep Dheny juga menyampaikan harapannya agar Kabupaten Kuningan memiliki simbol atau ikon yang jelas, yang dapat menjadi identitas kuat bagi daerah tersebut. Ia menyoroti bahwa Kuningan perlu memilih di antara beberapa kandidat simbol budaya, seperti bokor, ikan, atau kuda.

Menurutnya, kuda adalah simbol yang paling layak karena sudah lama menjadi bagian dari identitas Kuningan, hingga wilayah ini dijuluki Kota Kuda. Ia menyinggung sejarah Si Windu, kuda legendaris Kuningan, yang menurutnya adalah tema yang “seksi” dan memiliki potensi besar untuk diangkat.

“Kita butuh karya yang merepresentasikan Si Windu menjadi icon Kuningan, yang mempunyai “daya ganggu” sehingga bisa menarik perhatian secara luas,” ujar Kang Asep Dheny. Ia mencontohkan patung Manneken Pis di Belgia—patung anak kecil yang buang air kecil—yang mampu menarik jutaan wisatawan mancanegara setiap tahun. Menurutnya, Kuningan juga bisa memiliki karya serupa yang memberikan daya tarik unik dan menggugah imajinasi masyarakat maupun wisatawan.

Langkah Bersama untuk Masa Depan Kuningan

Acara Ngopi Bareng Maestro berlangsung hangat dan penuh wawasan. Peserta mendapatkan banyak inspirasi dari diskusi yang mendalam, tidak hanya tentang seni rupa tetapi juga tentang pengembangan budaya dan ekonomi kreatif di Kuningan.

Kesuksesan acara ini tidak lepas dari dukungan Sangkanika Edugarden, yang berperan sebagai fasilitator. Harapannya, diskusi-diskusi serupa dapat terus digelar untuk membangun sinergi antara masyarakat, seniman, dan pemerintah dalam mewujudkan Kuningan sebagai kabupaten yang lebih maju melalui seni dan budaya.