Jakarta, MI – Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan formula Upah Minimum Provinsi (UMP) mencakup Kebutuhan Hidup Layak (KHL), inflasi, dan pertumbuhan ekonomi (PE). Langkah ini dinilai mendesak untuk memastikan kesejahteraan pekerja sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Achmad menjelaskan, penetapan UMP yang adil menjadi isu strategis setiap akhir tahun, di mana KHL berperan sebagai komponen kunci.
“Sebagai standar kebutuhan pekerja lajang untuk hidup layak selama satu bulan, KHL mencakup elemen-elemen mendasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi,” kata Achmad di Jakarta, Senin (25/11/2025).
Namun, ia mengingatkan bahwa mengandalkan KHL saja tanpa mempertimbangkan inflasi dapat merugikan pekerja. Daya beli pekerja dapat tergerus jika kenaikan harga barang dan jasa tidak diakomodasi dalam formula UMP.
Inflasi, terutama inflasi pangan, sering kali lebih tinggi dibanding inflasi umum. Hal ini memberikan dampak signifikan pada pengeluaran pekerja. UMP yang tidak mempertimbangkan inflasi berpotensi menciptakan ketimpangan daya beli, sehingga kesejahteraan pekerja justru terancam.
Achmad menambahkan, memasukkan pertumbuhan ekonomi dalam formula UMP juga penting untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan pekerja dan keberlanjutan usaha. Dengan formula yang komprehensif, penetapan UMP diharapkan dapat mendukung keadilan ekonomi yang lebih luas.
“Dalam konteks keadilan, pekerja sebagai salah satu pilar perekonomian juga berhak menikmati manfaat dari pertumbuhan tersebut. Dengan memasukkan pertumbuhan ekonomi ke dalam formula UMP, kita dapat menciptakan hubungan yang lebih adil antara kontribusi pekerja terhadap perekonomian dan kompensasi yang mereka terima,” ujarnya.
Untuk menciptakan UMP yang lebih adil, Achmad menyarankan penggunaan formula berbasis tiga pilar: KHL, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi (PE).
KHL menjadi dasar untuk menghitung kebutuhan dasar pekerja, inflasi, yang diukur berdasarkan data tahunan dari BPS, harus mencakup sektor-sektor utama seperti pangan dan transportasi yang memiliki dampak besar pada pekerja. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi berfungsi sebagai insentif agar pekerja dapat menikmati hasil dari produktivitas yang meningkat.
Achmad memaparkan tiga manfaat utama dari penerapan formula ini:
Perbaikan daya beli pekerja: Penyesuaian UMP terhadap inflasi akan memastikan daya beli pekerja tetap terjaga meskipun harga barang dan jasa meningkat.
Stabilitas sosial: Penetapan UMP yang adil dapat mengurangi potensi konflik antara pekerja dan pengusaha, menciptakan hubungan perburuhan yang lebih harmonis.
Penguatan konsumsi domestik: Kenaikan daya beli pekerja akan mendorong konsumsi, yang merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Achmad juga menyoroti pentingnya data KHL yang akurat dan terkini di setiap daerah untuk mendukung penerapan formula ini. Selain itu, ia menegaskan bahwa transparansi dalam penentuan inflasi sektoral dan angka pertumbuhan ekonomi menjadi elemen kunci keberhasilan kebijakan ini.
Dengan pendekatan yang komprehensif, formula tiga pilar diharapkan mampu menciptakan UMP yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar pekerja tetapi juga mendorong keseimbangan ekonomi yang lebih luas.
“Dalam konteks pasca-COVID-19, di mana daya beli pekerja dan kelas menengah terus menurun, formula ini tidak hanya relevan tetapi juga mendesak untuk diimplementasikan. Dengan formula yang tepat, kita dapat memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat,” pungkasnya.
Penetapan UMP yang adil bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
Sumber: monitorindonesia.com