JAKARTA, investor.id – Pengamat Kebijakan Publik yang juga CEO Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan, keberadaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menghadapi tantangan yang dihadapi antara lain adalah risiko tumpang tindih regulasi, terutama jika kewenangan BPI Danantara tidak diatur dengan jelas. Hal ini bisa memicu konflik dengan lembaga lain seperti INA dan kementerian terkait.
Selain itu, tanpa sistem pengawasan yang ketat, risiko penyalahgunaan dana cukup tinggi, yang pada akhirnya dapat berdampak buruk pada APBN. Karena itu, BPI Danantara seharusnya memiliki dasar hukum yang kuat berupa Undang-Undang untuk memperjelas kewenangan dan memastikan transparansi yang lebih baik dalam pengelolaannya.
Diketahui, INA adalah Indonesia Investment Authority, yang merupakan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia. INA dibentuk pada awal tahun 2021 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2020.
“Dengan dasar hukum yang kuat, mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaaban dapat diatur lebih proper, menurunkan potensi intervensi politik dan meningkatkan independensi badan dalam menjalankan misinya bagi perekonoomian,” kata Achmad kepada Investor Daily di Jakarta, Senin (11/11/2024).
Menurut Achmad, pemerintah harus memastikan adanya kepastian hukum yang kuat melalui regulasi formal, seperti Undang-Undang, yang mengatur dengan jelas tugas, wewenang, dan tanggung jawab BPI Danantara.
Dasar hukum yang kokoh akan memberikan landasan bagi pengelolaan aset negara yang profesional serta melindungi BPI Danantara dari potensi intervensi politik dan konflik kewenangan dengan lembaga-lembaga lain, seperti INA atau kementerian terkait.
“Kepastian hukum ini juga akan membangun kepercayaan publik dan investor bahwa BPI Danantara adalah badan yang beroperasi secara transparan, dengan akuntabilitas tinggi dan fokus pada kepentingan nasional,”pungkasnya.
Dia optimistis jika BPI Danantara dapat berperan optimal maka dapat meringankan beban APBN. Sebab, pengelolaan aset negara dapat dilakukan secara independen. Hal ini akan memungkinkan pemerintah mengalokasikan anggaran untuk sektor-sektor lain.
“Selain itu, BPI Danantara dapat berfungsi sebagai entitas yang profesional dalam pengelolaan aset besar, dengan potensi meningkatkan nilai investasi negara dan mendukung efisiensi BUMN melalui sinergi antar perusahaan,” kata Achmad .
Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto telah membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan menunjuk Muliaman Hadad sebagai Kepala. BPI Danantara menaungi tujuh BUMN jumbo pada tahap awal, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia(Persero) Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID. Bila menggabungkan total aset tujuh BUMN tersebut, maka dana kelolaan Danantara pada tahap awal ini akan mencapai nyaris Rp9.000 triliun.
Selain tujuh BUMN jumbo itu, Danantara juga akan menaungi Indonesia Investment Authority (INA), sovereign wealth fund (SWF) yang sudah lebih dahulu berdiri. INA disebut memiliki aset Rp163 triliun. Dengan demikian total asset under management (AUM) Danantara akan menjadi Rp9.049 triliun atau sekitar US$571,6 miliar.
Achmad Nur Hidayat, CEO Narasi Institute dan Pengamat Kebijakan Publik
BPI Danantara akan bertugas sebagai badan pengelola investasi, yang ditugaskan mengelola investasi di luar APBN. Dimana, semua aset-aset pemerintah yang dipisahkan itu nantinya akan dikelola oleh BPI Danantara .
BPI Danantara berfokus pada investasi pada program prioritas nasional yang memberikan dampak besar dan berkelanjutan pada perekonomian Indonesia. BPI Danantara juga berperan penting dalam meningkatkan investasi sebagai salah satu pendorong utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui pendekatan sumber investasi berbasis non-APBN, BPI Danantara memberikan kekuatan semata Indonesia untuk tidak bergantung dengan sumber APBN.
Perkuat Iklim Investasi
Achmad mengatakan, pembentukan BPI Danantara yang berdiri di atas dasar hukum yang kuat, dampak terhadap iklim investasi dalam negeri dan perekonomian Indonesia bisa menjadi lebih signifikan.
BPI Danantara memiliki potensi besar untuk memperkuat iklim investasi dalam negeri, karena keberadaan lembaga yang berfokus pada investasi strategis non-APBN ini dapat menarik minat investor domestik maupun asing.
Pengelolaan yang profesional dan terkoordinasi, khususnya dengan dasar hukum berupa Undang-Undang, dapat meningkatkan kepercayaan investor melalui transparansi dan mekanisme pengawasan yang lebih baik.
Selain itu, fokus BPI Danantara pada proyek prioritas nasional berpotensi memberikan dampak besar dan berkelanjutan bagi perekonomian Indonesia, terutama pada sektor-sektor yang memerlukan pendanaan jangka panjang seperti infrastruktur dan energi. Pendekatan ini juga dapat menstimulasi perekonomian dengan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan akses terhadap layanan publik yang lebih baik.
Namun, agar benar-benar efektif, BPI Danantara perlu mengatasi tumpang tindih fungsi dengan lembaga-lembaga investasi yang sudah ada seperti INA dan kementerian terkait, sehingga tidak terjadi konflik kebijakan yang dapat menghambat operasionalnya dan mengurangi daya tarik investasi.
“Sebelum ada UU BPI Danaantara, saya pesimis kehadirannya tidak memberikan dukungan terhadap iklim investasi dalam negeri dan perekonomian Indonesia, selain benturan kepentingan saja,” katanya.
Pengaruh terhadap ruang gerak dan kiprah BUMN yang dinaungi BPI Danantara mencakup peluang dan risiko yang harus diperhitungkan.
Di satu sisi, keberadaan BPI Danantara dapat mempermudah sinergi antar BUMN dalam melaksanakan proyek besar nasional, meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pengelolaan aset melalui koordinasi yang lebih terpadu. Ini berpotensi memperkuat daya saing BUMN secara kolektif dan meningkatkan kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional.
Namun, di sisi lain, risiko kegagalan sistemik (systemic risk) juga meningkat, terutama bila keputusan investasi yang diambil tidak tepat atau kurang cermat.
Ilustrasi investasi.
Hal ini mengingat skala investasi yang besar dan posisi strategis BUMN dalam perekonomian, kesalahan dalam investasi atau manajemen aset di bawah BPI Danantara bisa berdampak luas pada stabilitas keuangan negara. Untuk itu, pengelolaan risiko yang efektif dan pengawasan ketat sangat penting agar BUMN di bawah Danantara dapat mencapai sinergi optimal tanpa meningkatkan paparan terhadap risiko sistemik yang dapat merugikan.
Mimpi Jadi Temasek
Menurut ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini mimpi untuk mencapai kesuksesan seperti Temasek tentu wajar, namun harus diiringi dengan kesadaran akan tantangan besar yang mengintai, termasuk risiko geopolitik yang tidak selalu kondusif.
Potensi BPI Danantara untuk mencapai keberhasilan sekelas Temasek memang besar, terutama dengan aset yang dikelola mencapai lebih dari Rp9.000 triliun.
Namun, keberhasilan Temasek bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam. Kesuksesan mereka berakar pada perjalanan panjang yang dibangun melalui pengelolaan aset yang profesional, independensi tinggi dari intervensi politik, serta strategi investasi yang matang dan berfokus pada pertumbuhan jangka panjang.
“Indonesia sendiri belum memiliki pengalaman dan perjalanan panjang seperti itu. Selain itu, Indonesia harus mempertimbangkan risiko geopolitik dan volatilitas global yang bisa mengganggu stabilitas investasi,” katanya.
Untuk mencapai visi ini, lanjut dia, BPI Danantara perlu menanamkan fondasi yang kokoh dalam tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas, serta mengadopsi strategi yang mampu bertahan dalam kondisi pasar yang dinamis. Sebagai tambahan, Indonesia harus siap menghadapi tantangan internal dan eksternal, serta menciptakan iklim investasi yang mendukung stabilitas dan pertumbuhan jangka panjang untuk dapat mendekati kesuksesan yang dicapai Temasek.
Untuk mencapai tingkat kesuksesan serupa, sambung dia, BPI Danantara harus menerapkan standar tata kelola yang transparan dan akuntabel serta memiliki sistem pengawasan independen yang kuat, sehingga setiap keputusan investasi dapat dijalankan dengan fokus pada dampak ekonomi dan pengelolaan risiko yang baik.
Di sisi lain, tantangan utama bagi BPI Danantara adalah membangun kepercayaan publik dan investor bahwa badan ini benar-benar berorientasi pada kepentingan nasional. Keberhasilan Danantara juga akan bergantung pada kemampuan manajemennya untuk mengidentifikasi peluang investasi yang tepat dan menjalankan strategi investasi yang inovatif.
Sumber: investor.id