JAKARTA, DISWAY.ID — Penyederhanakan perizinan impor dan mempercepat aliran barang masuk ke dalam negeri, pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 menimbulkan kekhawatiran di kalangan industri dalam negeri.

Pemberlakuan Permendag No 8 Tahun 2024 mengenai pelonggaran izin impor, justru berpotensi meningkatkannya volume impor.

Hal inilah yangs sebelumnya diungkapkan oleh Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Iwan Setiawan.

Menurut keterangan Iwan, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 merupakan salah satu faktor terbesar dibalik melemahnya industri di Indonesia.

“Secara nyata pasti ya, karena teman-teman tekstil kita juga kena banyak,” ujar Iwan dalam keterangan resminya pada Senin 28 Oktober 2024.

Selain itu, Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta Achmad Nur Hidayat juga turut menyoroti dampak dari penerapan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ini kepada tingkat impor gula di Indonesia yang semakin melambung tinggi.

Salah satu pasal dalam regulasi ini yang menjadi perhatian adalah Pasal 6 yang menyebutkan pelonggaran syarat-syarat administrasi dan teknis untuk beberapa komoditas strategis yang dinilai penting untuk menjaga ketahanan pasokan.

Dalam lampiran Permendag Nomor 8 Tahun 2024, gula termasuk dalam daftar komoditas yang mendapat kemudahan izin impor.

“Bunyi ketentuan ini secara eksplisit menekankan bahwa barang-barang tertentu dapat dimasukkan tanpa syarat teknis yang ketat, sehingga berpotensi mengundang masuknya gula impor dalam jumlah besar,” ujar Achmad saat dihubungi oleh Disway pada Jumat 1 November 2024.

Sebagai bagian dari kategori barang esensial, Achmad menjelaskan bahwa gula mendapat prioritas karena permintaan domestik yang tinggi dan kebutuhan industri yang beragam.

Namun, keringanan ini dianggap menekan daya saing produk lokal, yang memerlukan waktu dan investasi besar untuk mengimbangi gula impor yang kualitasnya cenderung lebih baik dengan harga lebih murah.

Selain itu dalam proses pelaksanaan regulasi ini, sering muncul konflik kepentingan, terutama karena kebijakan impor dapat menjadi celah bagi oknum tertentu untuk mendapat keuntungan instan.

“Sebagai contoh, pengaturan kuota impor atau penentuan perusahaan yang berhak mengimpor gula kerap menjadi sasaran praktik rente. Para oknum yang memiliki kuasa dalam proses perizinan bisa saja mengalokasikan izin kepada pihak tertentu, yang berujung pada keuntungan finansial bagi kelompok tersebut,” jelas Achmad.

Ketentuan ini tidak ayal telah menciptakan ketergantungan yang semakin besar pada impor gula dan menekan industri dalam negeri.

Selain itu, regulasi yang kurang ketat ini memberi ruang bagi para pemegang kuasa untuk mengambil keuntungan pribadi dari perizinan impor, yang pada akhirnya merugikan perekonomian nasional.

“Perbaikan dalam aspek transparansi dan penerapan syarat ketat pada perizinan impor menjadi penting agar impor gula dapat dikendalikan dan tidak merugikan industri gula dalam negeri,” tutup Achmad.

Sumber: disway.id